Hari sudah berganti malam saat Alan menjemput Pingkan di rumahnya. Kondisi kakinya yang mulai pulih akhirnya membuat Pingkan bisa melepaskan tongkatnya. Alan masih menggunakan seragam kepolisiannya, sudah menjadi hal biasa bagi Pingkan melihatnya dalam kostum seperti itu.
"Kamu udah siap?" Tanya Alan dengan suara beratnya.
"Iya.." jawab Pingkan terdengar gugup.
"Mungkin akan sulit, tapi aku janji, aku akan meyakinkan ibu sampai ia mengerti" ucap Alan meraih tangan Pingkan dan mengecup dinding tangannya dalam.Pingkan menghela nafasnya berat, lalu mencoba tersenyum dalam kecemasannya.
Alan membimbing Pingkan masuk ke dalam mobilnya, malam ini, Alan ingin membawa Pingkan menemui ibunya dan menyelesaikan kekacauan yang disebabkannya sendiri.
Ibunya sangat menyayangi Alan, mungkin karena ia anak terakhir, dan lebih sering bersama ibunya. Segala sesuatu yang Alan lakukan, pasti ibunya tahu, ia tak pernah lupa bercerita pada ibunya. Tapi kali ini berbeda, urusan hati yang bertentangan dengan keinginan sang ibu.
45 menit jarak dari rumah Pingkan ke rumah Alan. Jantung Pingkan semakin berdebar saat Alan menghentikan mobil di depan rumahnya.
"Kamu takut ya?" Tanya Alan untuk kesekian kalinya.
"Alaann...apa perlu ditanya??"
Ia malah tersenyum dan menarik kepala Pingkan mencium kepalanya singkat lalu keluar dari mobilnya.***
"Alaaaannnn???aahh.." seru Ibu Alan setelah mendengar penjelasan darinya.
"Bu...ibu kenapa?tensi ibu kumat lagi ya?" Alan berangsur mendekat ke Ibunya yang tiba-tiba memegangi kepalanya kesakitan."Ibu mau bicara empat mata sama kamu" ucap sang Ibunda yang akhirnya dituruti Alan.
"Kamu gimana sih Lan?kenapa tiba-tiba kamu berubah pikiran?Ibu maunya kamu sama Pingky, bukan kembarannya yang begajulan dan ga punya sopan santun"
"Bu...Pingkan ga seperti yang ibu kira, dia gadis-gadis baik seperti Pingky, hanya watak mereka saja yang beda"
"Sekali ga ya ga..ibu bisa liat cah bagus, mana wanita yang baik buat kamu, dan Pingkan ga bisa jadi istri yang baik buat kamu, dia ga akan bisa urus suaminya, percaya sama ibu""Ibu ko gitu sih, bukannya ibu yang selalu ajarin Alan buat positif thinking dan tidak menilai orang dari luarnya aja, trus kenapa ibu sekarang kaya gini?"
Ibunya menghela nafas berat sambil memandang ke arah lain. Ia kembali memegangi kepalanya yang mulai terasa nyut-nyutan.
"Alan...menikah itu bukan hal sepele, ibu ga mau kamu melakukan kesalahan seperti mas-mu, ibu mau kamu menikah dengan wanita yang tepat, yang bisa merawat kamu seperti ibu, dan berperilaku baik, dan itu semua ada di diri Pingky, bukan Pingkannn.." ucap ibunya penuh penekanan.
"Permisi tante..." suara Pingkan mengejutkan Alan dan ibunya.
Mereka menoleh ke arah pintu bekas ruang kerja ayah Alan."Pingkan?"
"Tante, maaf sebelumnya kalau saya lancang masuk dengan tiba-tiba, saya cuma mau bilang sama tante, mungkin saya ga bisa seperti yang tante mau, saya bukan Pingky yang lemah lembut dan polos, tapi saya akan berusaha jadi yang terbaik buat Alan, karena saya cinta sama Alan, apapun akan saya lakukan untuk Alan" ucapnya tegas.
"Kamu...haduhhh....kalian berdua benar-benar bikin tensi darah ibu naik" sahutnya geram.
"Bu..kali ini, tolong hargai keputusan Alan, Pingky juga punya orang yang dicintai sendiri, bukan Alan"
"Apa? Jadi Pingky juga sudah tau?"
"Alan sudah minta maaf sekaligus minta ijin pada Pingky sebelum Alan bilang ke ibu, Alan ga mau Pingky tersakiti" ucap Alan berdiri dari posisi berlututnya lalu menggenggam erat tangan Pingkan di hadapan ibunya.

YOU ARE READING
My Arrogant Twin
FanfictionTerlahir sebagai anak kembar bukanlah hal yg diinginkan Pingkan, gadis cantik, pintar, modis, dan juga populer. Cita-citanya menjadi seorang model dan juga hobbynya yg sering clubbing membuatnya sangat membenci saudara kembarnya sendiri Pingky, gadi...