Yuna memandangi foto itu cukup lama. Lehernya sampai kaku. Begitu Jeon kembali ke tempat mereka, gadis itu buru-buru duduk tegak sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga. Ia berdeham, enggan memandang lelaki yang sudah duduk di depannya. Menyadari tingkah Yuna yang berubah diam, Jeon memperhatikan perempuan itu.
"Kenapa?" tanyanya penasaran.
Menjawab pertanyaan itu, Yuna menggeleng samar. Keadaan berubah menjadi canggung dan sepi. Berkali-kali Yuna berkelit dari pertanyaan Jeon dengan mengatakan: saya nggak apa.
"Kamu kayak lagi mikirin sesuatu loh, Yun."
"Mikirin Oppa saya, Pak."
Sebelah alis Jeon terangkat. "Hah?"
"Kyungsoo mau wamil, Pak."
"Kyungsoo iku sopo maneh (siapa lagi)."
"Ah, Bapak mah Wibu. Nggak bakal tahu Korea Koreaan." Sebelah alis Yuna terangkat. Ia melihat ponselnya bergetar. Ada telepon masuk dari kakaknya. "Sek, Pak. Kakak saya nelepon." Ia bersyukur kakaknya menelepon di saat yang tepat. Segera, Yuna menjauhi meja untuk menjawab telepon Yogi.
"Eh, kamu kok belum pulang-pulang? Di mana?"
"Iya nih abis dari WTC. Emang ada urgent apaan?" Tumben kakaknya menelepon menanyakan keberadaannya. Apa lagi kalau bukan karena ada sesuatu. "Soal Mas Solikin, ya?"
"Mas Solikin ndasmu. Kakak lagi ada urusan nih di Jogja. Nanti jemput Holly di petshop, ya. Udah dibayar biaya nginepnya kemarin."
Yuna mengembuskan napas. Ia menggaruk kepala yang tak gatal. Sebetulnya, Yuna merasakan dilema setiap kakanya pergi. Ia bisa merasa bebas, sekaligus terbebani karena harus mengurus Holly.
"Oh, ya. Satu lagi."
"Kenapa? Kita disuruh pulang ke Singapura?" tanya Yuna mendadak. Sejak melihat foto Jeon dengan seorang cewek, rasanya pulang ke Singapura adalah hal paling masuk akal.
"Bukan. Jangan dipotong dulu kalau ada orang ngomong."
"Iya, iya. Lanjut dah."
"Sepupu jauh kita bakal mampir ke rumah. Nanti kamu sambut, ya."
"Sek ta (sebentar). Sepupu jauh yang mana? Sepupu kita nih banyak, lho." Ya dimaklumi saja. Keluarga besar Yuna berasal dari berbagai ras dan negara. Neneknya saja punya sebelas anak yang tersebar di beberapa negara dan menikah dengana warga kenegaraan berbeda—termasuk dengan mamanya yang berdarah Indonesia.
Yogi tampaknya berpikir, mengingat-ingat sepupu yang mana yang akan datang. "Sepupu kita dari Tante Zahra."
Yuna membuka mulut. "Oh, si Yono!" Ia menyengir. Sepupu yang dimaksud kakaknya adalah sepupu yang paling ia sukai. Hubungan mereka love-hate. Sering bertengkar, tapi juga mengasihi. Mereka lebih dekat daripada sepupu yang lain. Mungkin, karena sepupunya ini juga memiliki darah Indonesia sehingga mereka tahu inside joke yang tidak diketahui sepupu-sepupu mereka yang lain.
Nah, ada alasan aku pulang. Yuna menjilat bibir. Setelah mengucap selamat tinggal ke kakaknya, Yuna kembali ke tempat duduk.
"Pak, saya mau pulang. Ada keluarga jauh saya datang ke Surabaya."
Mendengar ucapan Yuna, sebelah alis Jeon terangkat. "Oh. Ya sudah. Saya antar."
"Nggak perlu." Yuna menyambar tasnya. "Saya pulang sendiri, ya." Ia tersenyum. Tanpa memberikan waktu bagi Jeon untuk membalas, berlalu begitu saja. Meninggalkan lelaki itu seorang diri di keramaian.

YOU ARE READING
Pak Jeon (Cerita Halu BTS Jungkook)
Fanfiction"Selamat siang, Pak Jeon. Saya baru saja mengirim tugas ke email Bapak. Mohon dicek." "Jangan panggil saya Bapak, dong. Saya masih muda." "Terus, saya manggil apa?" "Sayang." ===================== Kampus geger. Ada seorang dosen muda yang baru masuk...