Dalil dan Hadis tentang Suara Wanita

5.9K 125 1
                                    

Pendapat ulama tentang suara wanita adalah aurat

    Mengenai hadis ini ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama ada yang menyatakan bahwa suara wanita adalah aurat. Namun, menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama, suara wanita bukanlah aurat. Sehingga siapapun boleh saja mendengar suara seorang wanita atau mendengarnya berbicara, karena tidaklah termasuk hal yang terlarang dalam Islam. Ini adalah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini.
    Syaikh Wahbah Zuhaili dalam kitabnya (Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 1/647, Darr al Fikr ) berkata : “Suara wanita menurut jumhur (mayoritas ulama) bukanlah aurat, karena para sahabat Nabi mendengarkan suara para isteri Nabi Saw untuk mempelajari hukum-hukum agama, tetapi diharamkan mendengarkan suara wanita  yang  disuarakan dengan melagukan dan mengeraskannya, walaupun dalam membaca Al Quran, dengan sebab khawatir timbul fitnah. Pandangan yang sama disampaikan cendekiawan Muslim Yusuf al-Qaradhawi melalui bukunya(Fatwa-FatwaKontemporerJilid2hal99-100.).. 
    Menurut al-Qaradhawi, Allah hanya melarang khudu, yaitu cara berbicara yang dapat membangkitkan nafsu orang-orang yang hatinya kotor. Namun, bukan berarti Allah melarang semua pembicaraan perempuan dengan laki-laki. Tentu, pembicaraan itu berisi perkataan-perkataan yang baik.
    Dalil yang menunjukkan bahwa suara wanita bukanlah aurat sangatlah banyak, diantaranya adalah sebagai berikut :

A.   Dalil Al Qur’an 

    Berikut ini diantara ayat al Qur’an yang menyebutkan secara tersurat maupun tersirat bahwa suara wanita itu bukanlah aurat.

1. Allah memerintahkan para istri Rasulullah  agar berkata-kata, namun dengan perkataan dan cara yang baik. Dan tentunya perkataan istri Nabi itu akan di dengar bukan saja oleh para shahabiyah tetapi juga para shahabat . FirmanNya :

يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا 

“Wahai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (Al-Ahzab: 32)
Meskipun konteks ayat diatas membicarakan para ummahatul mukminin, tetapi sudah maklum dan ma’fum dipahami, hukum ayat ini tentunya berlaku untuk semua kaum muslimah. 

1.    Hadits Rasulullah Saw, beliau bersabda : 

الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ

“Wanita adalah aurat, jika dia keluar maka syetan akan mengawasinya.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah Thabarani ; shahih)

Berdasarkan makna dzahir hadits ini, kalangan ini  menyimpulkan bahwa semua bagian dari wanita adalah aurat termasuk suaranya.

Bantahan : Dalam Ilmu fiqih tidak asing lagi diketahui adanya dalil yang bersifat ‘aam (umum) dan dalil khosh (khusus).  Jadi sebuah dalil terkadang bermakna mujmal (global) tetapi ada pula yang muqayad (terbatasi). Contohnya firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 3 yang menjelaskan keharaman semua bangkai, tetapi kemudian dikhususkan bangkai binatang laut darinya, dalil takhsisnya adalah sabda Nabi : “Dihalalkan bagi kami dua bangkai…. Yaitu (bangkai) ikan dan belalang.”
Oleh karena itu para ahli ushul membuat kaidah, Hamlul Muthlaq ilal Muqayyad (Memahami dalil yang umum harus dibatasi oleh yang khusus). 
Hadits diatas adalah hadits umum yang menginformasikan secara umum bahwa tubuh wanita adalah aurat, yang kemudian ditakhsis (dibatasi) dengan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa wajah, telapak tangan dan termasuk suara adalah yang dikecualikan.

2.    Firman Allah ta’ala :

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ

 “Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. (An Nuur : 31)

Menurut kalangan ini, jika gelang kaki wanita saja dilarang untuk digetarkan sehingga terdengar suaranya, maka suara wanita lebih layak dilarang karena lebih merdu dibanding suara gelang. 
Namun dalil ini dibantah oleh para ulama, dan nampak dalil dengan ayat ini tidaklah tepat. Karena yang dilarang dari seorang wanita pada ayat diatas adalah pada perbuatannya yang memamerkan perhiasannya. Jika dikiaskan dengan suara wanita tentu tidak tepat, karena suara manusia itu termasuk kebutuhan yang sangat penting, keharaman barulah ada apabila mempergunakannya untuk merayu dan mengundang syahwat

1.   Pendapat ulama mazhab
Berikut perkataan para ulama dan yang termaktun dalam kitab-kitab mu’tabarah yang menjelaskan tentang hukum suara wanita :

-      Hanafiyah
Ada sebagian riwayat yang mengatakan bahwa Abu Hanifah berpendapat suara wanita adalah aurat. Namun, menurut khabar yang kuat adalah bahwa kalangan Hanafiyah menyatakan suara wanita bukan aurat.

-      Malikiyah dan Hanabilah
Dalam al Mausu’ah Fiqihiyah al Kuwaitiyah juz 4 halaman 91 dapat disimpulkan tentang pandangan kedua mazhab ini bahwa suara wanita bukanlah aurat. Yaitu ketika mereka berpendapat dibencinya mendengarkan nyanyian wanita.

-      Syafi’iyah 
 Diketahui secara pasti pendapat dari mazhab ini, bahwa suara wanita bukanlah aurat. Dan bahkan menurut syafi’iyah, boleh mendengarkan suara wanita menyanyi dengan catatan aman dari fitnah.

2. Pendapat para ulama lainnya.
- Umairah mengatakan  : “Suara perempuan bukan aurat berdasarkan pendapat sahih, maka tidak haram mendengarnya.

- Zainuddin al-Malibary berkata : “Suara tidak termasuk aurat, karena itu tidak haram mendengarnya kecuali dikuatirkan fitnah atau berlezat-lezat dengannya sebagaimana yang telah dibahas oleh Zarkasyi.”

- Syaikh al Jaziri Hafizhahullah berkata : “Suara wanita bukanlah aurat. Karena istri-istri Nabi dahulu juga bercakap-cakap dengan para shahabat.
Kalangan Yang Mengatakan Bahwa Suara Wanita Aurat
Namun, sebuah fakta yang tidak bisa kita pungkiri, bahwa ada sebagian ulama yang memang berpendapat bahwa suara wanita adalah aurat

Semoga bermanfaat

Kumpulan dalil & Hadist tentang wanitaWhere stories live. Discover now