03. Perkenalan

767 72 10
                                    

Sejak awal Shingeki no Kyojin milik Hajime Isayama
Ini hanya sebuah imajinasi yang tertuang dalam tulisan
Bahasa ambrul adul, typo, OOC, kesalahan dalam penulisan dll
Romance (kemungkinan)
Levi×Mikasa×Jean
.

.

.

.

.

.

.

.

Tak ada yang lebih buruk dari penampilan Mikasa kali ini, menurut dirinya. Sebuah dress biru tua sederhana sebatas lutut dengan lengan terbuka sebatas bahu membalut tubuhnya, rambut hitam pendek Mikasa dibiarkan terurai menampilkan leher jenjang putih bersih, lalu di tambahkan aksesoris sebuah kalung liontin bentuk air mata. Tak lupa sebuah high-heels setinggi lima cm berwarna hitam menghiasi kakinya. Dengan polesan make up natural serta lipstick warna merah muda menghiasi bibir, membuat Mikasa seperti seorang dewi pada malam ini.

Malam ini adalah malam pertemuanya dengan cucu pemilik perusahaan Ackreman's Crops, siapa lagi kalau bukan Levi Ackerman. Siang tadi, ayahnya mengirimi pesan lewat ponsel, bahwa kakek Pixis pemilik perusahaan Ackreman's Crops ingin mengadakan makan malam antara Mikasa dan cucunya di sebuah hotel. Memang tidak disangka-sangka membuat Mikasa harus terdampar di sebuah hotel mewah dengan pelayanan yang terbilang sangat memanjakan pengunjung. Mikasa sudah tidak meragukan lagi mengenai rencana ini, cepat atau lambat dia akan bertemu dengan calon suaminya, mendengar kata calon suami, entah mengapa membuat Mikasa ingin tertawa. Hidupnya memang selalu berakhir seperti ini. Berakhir tanpa bisa memilih, memilih apa yang dia suka dan tidak di sukai. Hatinya terasa sakit, dan rasa sakit ini yang selalu Mikasa pendam.

Dia teringat akan Eren yang sempat marah-marah saat mengetahui dirinya akan bertemu dengan Levi. Entah dari mana dia mendapat informasi mengenai kencan buta yang diatur kakek Pixis untuknya. Eren sempat melarang dan akan melakukan apa pun bahkan hal yang nekat sebagai upaya menggagalkan rencana itu. Tapi dengan kata-kata manis Mikasa dan bujukanya bisa membuat Eren luluh. Kakaknya itu memang tidak bisa menolak bujukan Mikasa. Semoga Eren bisa mengerti, harap Mikasa dalam hati.

"Sudah lama menunggu, nona?"

Seorang pria tampan dengan kemeja biru tua yang dibalut jas berwarna abu-abu, berambut hitam rapi, sepatu yang mengkilap dan sebuah tatapan mata yang tajam. Berjalan ke arah meja Mikasa. Dia adalah Levi Ackerman.

Iris hitam Mikasa terpaku sesaat, saat melihat sosok Levi yang baru datang di hadapanya. Tidak di ragukan lagi, Mikasa mengakui pria itu tampan, tapi entah mengapa dia seperti tidak asing dengan wajah pria bernama Levi itu.

"Ah, tidak aku juga baru sampai"

Pembawaan Mikasa tenang dihadapan Levi, Sedangkan Levi sudah mengambil tempat duduk di depannya. Levi terkesan santai dan terlihat cool di mata Mikasa. Menganggap laki-laki itu seperti menikmati apa yang direncanakan kakeknya. Maksudnya menikmati kecan buta ini.

"Benarkah? Seharusnya aku yang datang untuk menunggumu terlebih dahulu" Jelas Levi.

Entah mengapa nada perkataan Levi seperti menyindir adat yang terjadi saat kecan buta yang dilakukan para pasangan.

"Itu tidak penting, karena aku wanita berbeda, tidak ada bedanya siapa yang menunggu terlebih dahulu" Ungkap Mikasa.

Levi memandang ke arah Mikasa, sejak kedatanganya kemari tak ada sebersit keraguan di mata wanita itu. Dia seperti wanita yang taat aturan, pintar dan juga cantik. Ya, Levi mengakui wanita di hadapanya sangatlah cantik, kesan natural dan tidak di lebih-lebihkan seperti kebanyakan wanita di luar sana.

Kamu akan menyukai ini

          

"Karena itu aku suka seseorang yang berbeda" Kali ini Levi bisa berkata jujur, dia tertarik dengan wanita dihadapanya saat ini.

"Perkenalkan, aku Levi Ackerman"

Sebuah uluran tangan menyabut Mikasa di depan wajahnya, terpaku sesaat menatap wajah pria itu, karena formalitas Mikasa menyabut uluran tangan Levi.

"Aku, Mikasa Jaeger"

Tanpa di sadari Mikasa, dia telah membuat Levi jatuh pada pesonanya.

***

Ponsel di atas meja hitam itu terus berdering. Hampir 10 menit yang lalu tidak di respon dari sang pemilik. Tidak tahu apa kesalahan sang penelpon hingga di abaikan sedemikan rupa, yang jelas sang pemilik sedang tidak ingin di ganggu.
Ponsel itu milik Jean. Seperti biasa malam ini dia ingin tidur dan tidak mau di ganggu. Perkerjaan lamanya membuat jam tidurnya selama ini berkurang. Jadi saat ada kesempatan untuk beristirahat, Jean tidak akan membuang kesempatan itu. Dia berpikir ini sekali seumur hidup.

Tapi si penelpon tidak mau menyerah dan karena kegigihanya, si penelpon dapat memaksa mata Jean untuk terbuka, walaupun tidak seratus persen.

'Sial' upatnya dalam hati.

Orang bodoh mana dengan beraninya mengganggu tidur malamnya. Dengan berat hati Jean bangun dari tempat tidurnya, melihat jam tanganya yang menunjukan pukul 9 malam, setelah itu menyibak selimut tebal abu-abunya dan meraih ponsel miliknya dengan kasar.

"Halo!" Nada kesal jelas terdengar, supaya penelpon tahu betapa kesal dan terganggu dirinya.

'Kau dimana?'

"Di apartemen, apa kau lapar? Di rumahku hanya tersisa makanan bekas anjing kalau kau mau kau bisa mengambilnya" Ungkap Jean.

'Mana sopan santunmu untuk calon kakak iparmu, hah! Cepat bangun dari mimpi bodohmu dan susul Mikasa cepat, dasar bodoh!'

Kali ini Jean menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sebenarnya siapa di sini yang merasa di rugikan? Pasti jawabanya adalah dirinya. Lalu kenapa Eren marah-marah seakan tidur malam yang diharapkan Jean sepeti sebuah dosa besar yang tidak termaafkan. 'Apa salahku?' Pikir Jean. Orang yang menelpon Jean adalah Eren.

"Kemana Mikasa, bukannya kau kakaknya, seharusnya kau yang menyusul"

Helaan nafas panjang terdengar dari sebrang ponsel, Eren berpikir mungkin dia harus merevisi ulang untuk menjadikan Jean sebagai calon suami Mikasa.

'Dia pergi kencan dengan si muka datar, sebaiknya kau jemput Mikasa dan bawa dia pulang. Sebelum aku mengirimkan paket bom ke apartemenmu, idiot'

Tut...tut..tut...

Sambungan telpon terputus, menandakan kesalnya sang penelpon. Untuk sekian detik Jean sadar, berbagai pikiran negatif mulai memenuhi otaknya.

'Mikasa pergi kencan? Ah tidak, bodohnya aku' pikir Jean dalam hati.

Dengan kaki jenjangnya dia berlari ke arah kamar mandi, mencuci muka dan berganti pakian, setidaknya tubuh atletisnya harus tertutup pakian. Sebuah jas hitam dia sambar dari gantungan lemari untuk menutupi kaos abu-abunya. Dengan cepat pula dia menyabar kunci mobil dan berlari ke arah pintu apartemen.

'Semoga aku belum terlambat' pikirnya

Sesampainya di depan lift, Jean menekan tombol ke arah lantai dasar. Perasaanya sedikit kacau kali ini. Dia meruntuki dirinya yang mengabaikan telepon dari Eren. Mikasa memaksakan dirinya lagi. Tidak tahu apa yang akan terjadi pada wanita itu, sejak dulu dia memang tidak pernah memikirkan perasaanya sendiri, selalu mengutamakan orang lain dan mengabaikan lukanya. Jean berharap semoga dia bisa membebaskan Mikasa dari semua hal itu. Setidaknya, bisakah wanita itu untuk berpikir sedikit egois?

You and MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang