Ilustrasi: Gambar para Pandawa di istana Drupada (berbaju merah muda), dalam sebuah lukisan kuno dari Himachal Pradesh, India. Dibuat sekitar akhir abad ke-18.
Dengan hati yang remuk berkeping Gandamana kembali ke negara aslanya yaitu Cempalaradya, ingin menumpahkan serpihan hatinya kepada sang kakak Prabu Durpada.
"Kakang Prabu aku pulang Kakang"
Prabu Durpada menyambut kepulangan Gandamana adiknya dengan penuh gembira. Adik yang mempunyai banyak pengalaman dan kesaktian itu kemudian diangkatnya menjadi orang kedua setelah raja, setingkat dengan jabatan Patih, dengan tugas pokok sebagai benteng pertahanan negara Cempalaradya.
Gandamana merasa senang dengan tugas yang diberikan kakaknya, namun hal itu bukan berarti bahwa ia dapat begitu saja melupakan masa lalunya. Masa lalu yang getir, ketika ia ditikam dari belakang oleh Trigantalpati, kawannya, sehingga ia tersingkir dari jabatan patih.
Memang Gandamana puas setelah menghajar Trigantalpati hingga menderita cacat seumur hidup, tetapi jika mengingat hal itu Gandamana menyesal amat dalam, mengapa ia tidak kuasa mengendalikan gejolak hatinya yang dibakar dendam terhadap Trigantalpati. Sehingga Gandamana mengabaikan subasita tata aturan di depan raja yang sedang bertahta. Akibatnya Gandamana tidak diperkenankan lagi menghadap raja Prabu Pandudewanata.
Hal itulah yang sungguh menyakitkan hati Gandamana. Bukan karena Ia telah kehilangan jabatan patih dan terusir dari bumi Hastinapura. Tetapi terlebih karena ia sudah tidak diperkenankan lagi menghadap Prabu Pandudewanata. Ia telah dipisahkan dengan Pandudewanata yang paling ia hormati dan sangat ia cintai.
Hari demi hari setelah ia tidak lagi mengabdi Prabu Pandudewanata di negara Hastinapura, kerinduannya akan sosok Pandu tak pernah hilang dari budi dan angannya. Ibarat seekor rusa yang mendamba air di padang tandus kerinduan Gandamana tak pernah terpuaskan. Bahkan hingga Pandu dewatanata wafat kerinduan Gandamana yang semakin bertumpuk tersebut belum pernah terpenuhi.
Selanjutnya kerinduan yang masih diangan Gandamana tersebut kerap datang dalam wujud mimpi. Mimpi bertemu dengan pandu yang mendahuluinya di alam keabadian.
Puluhan tahun berlalu, Gandamana tidak pernah membayangkan bahwa pada suatu waktu di Cempalaradya akan kedatangan ke lima anak-anak Pandudewata yaitu Yudhistira, Bimasena, Arjuna dan si kembar Nakula dan Sadewa, yang mengemban tugas dari pandita Durna, untuk menundukkan Gandamana dan Prabu Durpada. Gandamana tidak sampai hati melawannya. Ada tatapan Pandu dibalik mata Yudhistira dan keempat adiknya. Bahkah saat bertemu dengan anak-anak Pandu kerinduan Gandamana terobati sudah.
Tidak hanya Gandamana, Prabu Durpada pun berhutang budi kepada Prabu Pandudewanata. Keberhasilan memenangkan sayembara dan mempersunting Dewi Gandawati dan mewarisi tahta Pancalaradya karena jasa Prabu Pandu semata. Sehingga seperti Gandamana, Prabu Durpada tidak sampai hati mengadakan perlawanan kepada anak-anak Prabu Pandudewanata.
Oleh karenanya di antara Gandamana dan Prabu Durpada sepakat untuk tidak mengadakan perlawanan kepada anak-anak Pandu. Mereka berdua menyerahkan diri tanpa syarat kepada Bimasena sebagai tawanan untuk dibawa menghadap pandita Durna di Sokalima. Sebuah pertaruhan yang memerlukan pengorbanan besar demi rasa hormat dan cintanya kepada Prabu Pandu, lewat anak-anaknya.

YOU ARE READING
MAHACINTABRATA III: ARJUNA MENCARI CINTA
Historical Fiction"Mahacintabrata" adalah sebuah novel modern bagi penyuka wayang atau siapa pun yang ingin tahu tentang seni warisan budayawan Indonesia ini. Kisah pewayangan akan diceritakan dengan bahasa yang sangat menarik dan mudah dicerna, sehingga membuat pemb...