#20

5.6K 386 1
                                    

Pantai Kuta masih sepi. Hanya beberapa gelintir orang saja yang berada disana. Itupun kebanyakan turis mancanegara.

Nayla dan Sisi berjalan menyusuri pantai dengan kaki telanjang. Sesekali air laut menjilat ujung jari kaki mereka.

"Lo pasti seneng ya Nay, bisa tinggal di sini. Gue pengen deh tinggal di sini," kata Sisi menghirup udara laut hingga memenuhi seluruh rongga dadanya.

"Hahaha.... Bisa aja lo! Lagian kalo tinggal di sini, emang lo gak kangen sama Digo?" cibir Nayla.

"Hehehe... Iya sih," Sisi terkekeh pelan, pipinya bersemu merah.

"Gue bener-bener berhutang budi sama lo berdua, Si. Karena lo berdua, gue bisa hidup tenang di sini. Gue bisa mendapatkan pekerjaan yang sangat baik di sini," ucap Nayla menunduk.

"Nay, lo ngomong apaan sih? Kita itu sahabatan udah lama banget. Sejak kita masih SMA. Buat gue, yang namanya sahabat itu tidak hanya ada saat lo senang, tapi juga saat lo susah. Dan gue yakin, lo akan ngelakuin hal yang sama kalo gue yang bernasib seperti lo," sahut Sisi memeluk Nayla.

"Sisiiiii..." terdengar suara Digo memanggil Sisi.

Sisi dan Nayla menoleh bersamaan dan tertawa melihat Digo berlari menuju tempat mereka berdiri.

"Ada apa sih, Honey?" tanya Sisi setelah Digo mendekat.

"Kenapa gak bangunin aku sih?" Digo memeluk pinggang Sisi dan menciumnya lembut.

Nayla tertegun. Ia benar-benar iri melihat kemesraan kedua sahabatnya.

"Sebaiknya gue tinggalin kalian berdua disini. Gue masih ada perlu. Selamat bersenang-senang," ucap Nayla tersenyum dan bergegas pulang.

Tristan. Nama itu masih saja menghantui Nayla. Kemanapun ia pergi, bayangan laki-laki itu terus mengikutinya. Bahkan ciuman dan sentuhannya masih bisa dirasakannya.

Sampai kapan ia terus dihantui masa lalunya dengan Tristan?

Tristan... Tristan... Tristan... Selalu Tristan.

*******

Tristan menyeret trolley travel bag nya dan berjalan tegap keluar bandara, menuju ke sebuah mobil yang sudah menunggunya di lobby terminal kedatangan. Setelah itu, segera mobil itu membawanya meninggalkan bandara Ngurah Rai menuju sebuah hotel berbintang di kawasan Kuta.

Setelah check in, Tristan diantarkan ke suite room dimana ia menginap untuk lima hari kedepan.

Tristan menatap tempat tidur besar dan empuk dihadapannya. Ingatannya melayang pada kejadian di Batam, dimana pertama kalinya ia lupa diri dan mencumbui Nayla di tempat tidur kamar hotel, penthouse tempatnya dan Nayla menginap.

Meskipun tidak masuk akal, tapi keinginan untuk selalu di dekat gadis itu dan mencium Nayla seperti menjadi sebuah candu yang membuatnya memaksa Nayla menjadi kekasihnya.

Dan kebersamaan mereka yang awalnya kaku karena keterpaksaan, lambat laun menjadi semakin indah. Terlebih saat mereka menikmati kebersamaan itu di apartemennya, meski hanya melakukan hal-hal ringan.

Tristan menghela nafas. Ingatan itu menyerbu begitu saja. Ingatan bagaimana Nayla menatapnya shock dengan wajah pucat pasi, putih seperti kapas.

Aaaaaaarrghh, Tristan mengacak-acak rambutnya kesal. Sejak kejadian itu, Priska masih sesekali datang ke kantornya. Dan setiap kedatangannya, selalu membuat kehebohan hingga ia harus menempatkan satu security khusus di depan lift, di dekat meja resepsionis.

Tristan menggeleng mengusir kegelisahannya. Ia melirik jam tangannya, sebentar lagi ia harus bertemu dengan koleganya di lobby. Lalu ia bergegas membersihkan diri dan bersiap menuju lobby.

JUST YOU & ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang