bobigoo

 #BeYourself
          	
          	Aku pernah menjadi seorang penulis yang menulis dengan hati, menyusun kalimat seperti membangun rumah bagi imajinasi. Saat itu, aku memiliki gaya yang kurasa menjadi ciri khasku, sesuatu yang membuat pembaca bertahan, meski hanya segelintir. Namun, dalam proses belajar dan mengagumi, aku mencoba meniru penulis favoritku. Aku ingin tulisanku sehidup dan semegah karya mereka. Tapi perlahan, aku kehilangan diriku sendiri. Tulisanku menjadi asing. Hambar. Tak lagi punya denyut yang dulu membuatku jatuh cinta pada proses menulis.
          	
          	Aku memaksa diri beradaptasi, berharap gaya baru itu akan menumbuhkan versi yang lebih baik dari diriku. Nyatanya, yang kutemukan hanyalah kebuntuan. Writer’s block mengakar dan aku berhenti menulis, menyisakan hanya potongan ide tanpa napas dialog. Saat mencoba kembali, shipper andalanku tak lagi populer. Pembaca menurun drastis. Tapi anehnya, aku tidak menyesal. Di sudut dunia ini, aku tahu masih ada seseorang yang mencintai hal yang sama. Dan itu cukup.
          	
          	Kini, aku hanya ingin menulis lagi. Bukan untuk tren atau keramaian, tapi untuk menyapa kembali diriku yang dulu, penulis yang menulis karena suka, bukan karena tuntutan. Aku ingin berdamai dengan kehilangan itu dan perlahan menemukan jalan pulang ke gaya yang pernah membuatku merasa hidup.

bobigoo

 #BeYourself
          
          Aku pernah menjadi seorang penulis yang menulis dengan hati, menyusun kalimat seperti membangun rumah bagi imajinasi. Saat itu, aku memiliki gaya yang kurasa menjadi ciri khasku, sesuatu yang membuat pembaca bertahan, meski hanya segelintir. Namun, dalam proses belajar dan mengagumi, aku mencoba meniru penulis favoritku. Aku ingin tulisanku sehidup dan semegah karya mereka. Tapi perlahan, aku kehilangan diriku sendiri. Tulisanku menjadi asing. Hambar. Tak lagi punya denyut yang dulu membuatku jatuh cinta pada proses menulis.
          
          Aku memaksa diri beradaptasi, berharap gaya baru itu akan menumbuhkan versi yang lebih baik dari diriku. Nyatanya, yang kutemukan hanyalah kebuntuan. Writer’s block mengakar dan aku berhenti menulis, menyisakan hanya potongan ide tanpa napas dialog. Saat mencoba kembali, shipper andalanku tak lagi populer. Pembaca menurun drastis. Tapi anehnya, aku tidak menyesal. Di sudut dunia ini, aku tahu masih ada seseorang yang mencintai hal yang sama. Dan itu cukup.
          
          Kini, aku hanya ingin menulis lagi. Bukan untuk tren atau keramaian, tapi untuk menyapa kembali diriku yang dulu, penulis yang menulis karena suka, bukan karena tuntutan. Aku ingin berdamai dengan kehilangan itu dan perlahan menemukan jalan pulang ke gaya yang pernah membuatku merasa hidup.