Atau karena kerinduan dan kecemasan untuk putra Hokage Ke-tujuh itu? Atau ... karena dia memang sadar bahwa sejak awal perasannya dapat membuatnya kesakitan? Ah, hatinya berdenyut, perasannya kacau. Ia terpaku, menatap Sarada kembali.
Bukan hanya Sarada yang ingin berlari memeluk Boruto ... mungkin perasaan yang membuat pedih di hatinya saat ini ... karena dia tidak dapat melakukan hal itu dengan makna yang sama.
Di sisi lain, Uchiha Sarada embari menahan isakan, mengeratkan pelukan, berkata lirih, “Kau lama sekali, Boruto bodoh.”
Pemuda itu, masih menatap terkejut pada pelukan yang sahabat masa kecilnya itu lakukan. Kedua tangannya ragu untuk balas memeluk gadis yang sudah memeluknya erat. Tatapan matanya menyenduh, melembutkan, beribu arti terpancar dari safir biru tersebut. Kesedihan, rasa bersalah, penyesalan, kelelahan, letih, dan sebuah kerinduan. Pelan, ragu, ia balas memeluk putri Uchiha lembut. Terdengar isakan pelan darinya. Sarada tenggelam dalam rengkuhan orang yang ia sayangi sepenuh hati, Boruto meletakkan kepala pada bahu gadis itu. Seolah semua beban yang sedang ia pikul di bahunya yang masih muda diizinkan menghilangkan barang sesaat. “Maaf, membuatmu khawatir. Aku pulang, aku di rumah sekarang,” katanya pelan menenangkan putri Uchiha. Boruto pulang, ke desanya yang terpaksa harus ia tinggalkan. Dalam dekapan Sarada, Boruto merasakan kelegaan akan kehadiran rumah yang seperti mustahil ia rasakan.