"Terimalah hukumanmu, Kania! Ha ha ha!"
Seorang lelaki tegap cekikikan sendiri sambil tengkurap. Wajahnya terlihat sangat puas. Keringat membasahi kulit putihnya. Sementara itu, si wanita terlihat lemas dan kesal. Tangan mungilnya terasa hampir putus. Itu karena hukuman yang diberikan si lelaki alias Erlan setiap malam. Hukuman itu adalah Kania harus memijat punggung Erlan sampai lelah.
"Kenapa sih pacaran sama Mas Erlan gini amat," keluh Kania pelan.
Erlan mendongak dan melihat Kania, "kenapa kamu mau yang lebih?"
"Eng...enggak kok Mas," ucap Kania terbata. Dia takut Erlan melakukan hal yang lebih apalagi mereka sering berdua di rumah.
"Kok takut gitu. Gak level kalik aku sama kamu, Ka," ejek Erlan seolah membaca pikiran Kania.
"Gak level kok cinta sih," alih Kania sambil duduk dan menyilangkan tangannya di hadapan Erlan. Wajahnya terlihat lelah namun manis.
"Terpaksa," sahut Erlan sekenanya.
"Padahal Mas Erlan bisa dapat lebih lebih lebih dari aku," sambung Kania.
"Ya kenanya di kamu bisa apa?" kata Erlan sambil duduk dan menghapus keringatnya.
"Harus ya kita habiskan malam terakhir kita seperti malam-malam kemarin?"
"Iya gitu ajalah biar cepet besok. Aku cepet ke Jakarta," kata Erlan cuek.
"Harus ya Mas sekejam itu sampai akhir? Nggak bisa ya Mas lebih manis dikit, barang beberapa jam aja," pinta Kania pelan. Wajahnya terlihat memelas.
"Kamu tahu nggak sih, kenapa tiga malam ini kusuruh mijat terus?"
"Nggak tahu, Mas."
"Aku belum selesai ngomong, Pinter," kata Erlan kesal. Kania menahan tawa gelinya.
"Biar kamu terbiasa jaga malam. Kerja jadi dokter itu beratnya sama kayak jadi tentara. Kalau kamu jaga UGD kamu bahkan cuma tidur berapa jam aja. Kamu harus biasa latihan fisik. Mijat aku kan butuh tenaga, makanya kamu biar biasa."
Kania mencubit hidung bangir Erlan, "Mas bisaa aja ngelesnya ya!"
"Ye, dikasih tahu malah ngatain. Terserah kamulah!" kata Erlan kesal sambil beranjak pergi.
Kania mengikuti langkah Erlan ke teras rumahnya. Punggungnya tegap dan keras hasil latihan fisiknya selama bertahun-tahun. Punggung yang hangat dan selalu ingin dipeluknya. Andai saja dia bisa setiap hari memeluk dan memandang punggung itu. Lagi-lagi jarak akan memisahkan mereka.
"Mas, kasih Kania kenangan manis dong. Besok kita akan pisah kan? Mungkin nggak tahu kapan lagi bisa ketemu," kata Kania pelan sambil menyentuh lengan Erlan.
"Kenangan apa? Bukannya fotoku udah banyak di handphone-mu?"
"Bukan yang itu..."
"Ngomong-ngomong lihat foto yang tadi dong. Kayaknya bagus-bagus foto kita yang di Jatim Park tuh," alih Erlan yang membuat pandangan Kania pias.
Dengan sangsi, Kania menyerahkan ponselnya pada Erlan. Dengan santai pula Erlan membuka galeri ponsel Kania. Jemari lentiknya asyik membuka folder berisi foto mereka. Sesekali Erlan mesem aneh entah memikirkan apa. Sementara itu, Kania hanya diam kesal tak tahu bagaimana mengatakan perasaannya.
"Wah, gue ganteng banget ini," Erlan mematut fotonya sendiri.
Kania melongok sedikit, "iya ganteng. Cocok pakai kaca mata itu."
"Kamu juga lumayan cantik," sambung Erlan sekenanya.
Kania hanya diam mendengarkan Erlan bicara sendiri. Dia memilih memandangi wajah kekasihnya itu banyak-banyak. Mumpung mereka masih bersama. Esok siang mereka akan terpisah jarak lagi.
"Nanti kalau Mas udah dinas, selalu sempatkan kabari Kania ya Mas. Meskipun itu cuma ngecek, gak apa-apa," pinta Kania sambil memutar-mutar ujung bajunya.
"Iya, kalau ingat." Jawaban Erlan membuat hati Kania sedikit teriris.
"Mas bakalan kangen Kania gak?"
"Iya mungkin," jawab Erlan sekenanya lagi.
Kania akhirnya diam. Dia menghempaskan badannya di kursi teras. Inikah malam terakhirnya bersama Erlan? Haruskah Erlan kejam di saat seperti ini? Tidak bisakah dia menghargai sedikit perpisahan? Tidak bisakah dia memberi kenangan manis untuk bekalnya berjauhan?
"Minum coklat panas enak nih dingin kayak gini!" sahut Erlan sambil menoleh ke arah Kania.
"Ya Salaam, nggak ada suaranya kok ternyata tidur. Heh, Cewek! Hoey!" Erlan mengguncang kecil tangan Kania.
Kania tak bergeming. Dia tahu caranya memperlakukan lelaki menyebalkan macam Erlan, ganti cuek begitu mungkin. Erlan hanya mesem sambil menarik lembut pundak kekasihnya. Direbahkannya kepala Kania di pundak. Dibelainya lembut pipi kekasihnya itu.
"Siapa bilang pisah denganmu tidak berat, Ka. Aku hanya membuatnya tampak ringan. Ini caraku, menganggap malam ini sama seperti malam biasa. Jarak akan memisahkan, tapi jangan sampai hati kita terpisah. Malam-malam akan kita isi dengan saling mendoakan. Bukan untuk saling menangisi." Itulah ungkapan hati terdalam Erlan.
"Tapi bolehlah Mas perlakukanku dengan manis walau cuma sebentar saja. Itu membuatku semangat melalui perpisahan kita," ucap Kania tiba-tiba yang membuat Erlan kaget bukan kepalang.
"Kamu, bukannya tadi tidur!" kata Erlan kesal.
Kania tersenyum polos, "Mas Erlan, ayolah jangan begini. Sedikit saja bersikap manis padaku. Mas Erlan sayangnya Kania."
"Asem, jangan menatapku seperti itu!" teriak batin Erlan tak kuasa.
"Mas Erlan..." Kania membentuk kedua tangannya seperti memohon.
"Kania mau dibuatkan coklat panas? Buatan Pak Letnan enak loh!" tawar Erlan yang membuat Kania tersipu.
"Aku nggak mau apapun. Cukup di sebelah Kania, ucapkan bahwa Mas mencintai Kania. Sampai Kania tertidur."
"Terus gimana kalau aku ngapa-ngapain kamu pas udah tidur?" ancam Erlan berharap Kania bergidik ngeri.
"Aku percaya Mas Erlan orang baik yang akan jaga martabat seorang wanita," kata Kania yakin.
"Yakin? Aku cowok normal loh!"
"Bagus dong, tapi Mas Erlan itu lelaki bukan cowok! Lelaki omongannya bisa dipegang!"
"Aku mencintaimu Kania!" ucap Erlan tiba-tiba yang membuat Kania terdiam.
"Lagi!"
"Aku mencintaimu Gadis Bodoh!"
Kania tersenyum tipis, "itu baru Erlanku. Cuma Kania yang tahan dan bisa naklukin hati Mas!"
"Sotoy kamu!" kata Erlan tak terima. Kania tak peduli lagi. Dia kembali merebahkan kepalanya di pundak Erlan. Mereka meresapi kehangatan masing-masing.
"Melarangmu tidak memandang lelaki lain bukan hakku, Kania. Karena aku juga tak bisa memberimu status yang pasti. Aku cuma berharap Tuhan menjagamu untukku. Kalau kita memang jodoh, kita akan bertemu lagi. Kita pasti akan bersatu suatu saat nanti," suara hati Erlan terdengar mengenaskan. Pacaran sembunyi-sembunyi ternyata seberat ini.
"Kania nggak bisa melarang Mas Erlan melihat cewek lain. Sebab Kania juga bukan siapapun. Kita cuma saling cinta tanpa status yang jelas. Kania cuma berpesan, tetap ingat Kania walau Mas sedang memandang wanita lain ya?" kata Kania pelan.