Cinta itu hadir diruang yang sangat luas yang dinamakan dunia, cinta itu hadir di waktu yang tak berujung, cinta itu hadir di saat yang tak bisa ditebak -Candra-
Aku tahu cinta itu bagaikan magnet yang akan saling tarik menarik karena mereka memiliki sifat yang berbeda, dan jika mereka memiliki sifat yang sama mereka akan saling tolak menolak -Daniara-
-Daniara POV-
Saat aku dan Sura siap membalas ucapan-ucapan pedas Virni tiba-tiba seseorang datang "sayang ayo, aku sudah mengurus surat pengunduran dirimu. Sekarang ayo kita pulang," astaga aku tahu siapa laki-laki yang berdiri didepan pintu itu. Mati lah kau Zefri Atmaja, tamat riwayatmu karena telah membangunkan induk singa.
"Zefri? apa yang kau laukan disini?" aku dapat merasakan ketegangan yang dirasakan Sura, aku yakin Sura akan segera mengamuk, aku bergidik ngeri membayangkan Sura yang mengamuk. "Aku baru saja meminta Candra merelakanmu untuk out dari sini Ny. Atmaja," astaga apa mereka tak sadar bahwa dari tadi banyak yang memperhatikan mereka berdebat.
"Aku tunggu di lobi, cepat bereskan barang-barangmu," seperti merasa tak bersalah Zefri melenggang pergi dengan senyum merekah dibibirnya, aku alihkan tatapanku ke arah Sura yang risih karena ditatap tak percaya oleh karyawan kantor. "Apa yang kalian lihat haa?!!" jujur saja aku merasa tak tega melihat Sura sekarang, "ayo aku bantu, aku yakin semua akan baik-baik saja," aku mencoba menenangkan Sura yang sepertinya akan segera meledak, tidak baikkan ibu hamil marah-marah?
Setelah aku membantu membereskan barang-barang Sura aku mengantar Sura ke lobi, jujur aku merasa seperti sendiri sekarang karena tidak ada Sura. "Jadi apa yang kau ketahui tentang mereka Miss Dorky?" baru saja aku masuk kembali kedalam ruangan ketika aku mendengar pertanyaan yang dilontarkan Virni. Jujur aku ingin menangis sekarang, tak ada lagi yang membelaku.
"Yang aku ketahui hanya sebatas apa yang kalian lihat tadi," sedikit jutek memang karena aku sekarang memang harus segera pergi dari sini. "Kau mau kemana Miss Dorky?" apa wanita ini selalu ingin ikut campur urusanku? Aku benar-benar muak mendengar semua pertanyaan bodohnya itu. Tanpa menjawab pertanyaannya aku segera melenggang pergi dari ruangan tersebut.
Sekarang lebih baik aku pulang untuk menyiapkan acara makan malam nanti. Saat aku sedang menunggu bus dihalte dekat kantor sebuah mobil sport putih berhenti didepanku. Aku sudah tahu mobil itu milik siapa. "Ayo, ikut" mobil itu milik Abangku, Daniel Putra Lambang. Segera saja aku masuk kedalam mobilnya tanpa banyak bertanya lebih dulu. "Mau kemana Bang? aku harus segera pulang." Aku yakin Abangku ini pasti juga ikut makan malam bersama di apartemenku, jadi seharusnya dia tahu kalau aku memang harus segera pulang. "Makan malam dirumah Abang saja, kebetulan Ririn sudah menyiapkan semuanya," terang Bang Daniel sambil tetap fokus menyetir, "bagus deh kalau gitu aku bisa istirahat dulu," gumamku sambil tersenyum kecil, belakangan ini aku memang kurang tidur dan sedikit kecapekan.
"Embaakkk" teriakku dari ruang tamu, aku sudah sangat merindukan Mbak Ririn dan si imut Ghea. "Kenapa kau teriak-teriak seperti dihutan sih Ra?" ucap Mbak Ririn yang muncul dari arah dapur, belum aku menjawab pertanyaan Mbak Ririn tiba-tiba Ghea berlari merentangkan tangannya, aku pun mensejajarkan tubuhku dengannya bersiap menerima pelukan keponakanku yang paling imut "Tangen Tante..." ucap bibir cadel Ghea.
"Huaa kau makin cantik dan terlihat agak tinggi sweetie," aku acak-acak pelan rambut Ghea dan mencubit pipi cabinya. "Nte kok jalang kecini?" suara cadel yang sangat menggelitik itu membuatku terkekeh geli, "Maaf, belakangan ini Tante lagi sibuk" Ghea hanya mengangguk-anggukan kepalanya lucu, membuatku sangat gemas.
"Ghea main sama Papa yuk, biar Tantenya istirahat dulu" untung ada Bang Daniel yang mengajak bermain Ghea, kalau tidak aku tak tahu bagaimana cara menolaknya dengan halus. Sebenarnya aku sangat ingin bermain dengan Ghea, tapi karena aku merasa butuh istirahat tidak ada salahnya aku istirahat menjelang makan malam.
Kulangkahkan kakiku ke kamar yang biasa aku tempati jika menginap dirumah Bang Daniel dan Mbak Ririn. Kurebahkan tubuhku di atas kasur yang empuk dan tak butuh hitungan jam mataku sudah tertutup rapat terbang ke alam mimpi.
-Candra POV-
"Mama ada om Candla!!!" Ghea berteriak memanggil Mbak Ririn, setelah itu berlari menyambutku didepan pintu rumah Bang Daniel, segera aku gendong gadis cilik yang sangat cantik serta imut ini, aku ingat dulu Mbak Ririn dan Bang Daniel sering menitipkan Ghea dengan Rara dan tentu saja aku sering ikut menjaganya.
"Ghe apa Tante Rara sudah datang?" aku bertanya kepada Ghea yang sedang sibuk bermain boneka diatas pangkuanku, "cudah, Nte lagi bobo," Ghea menjawab dengan suara khasnya yang masih kental dengan aksen cadel.
"Kau lihatlah dia di kamar, sepertinya terjadi sesuatu dengannya hari ini" aku sedikit tersentak saat Mbak Ririn berkata kepadaku, terjadi sesuatu? Ada apa sebenarnya, atau jangan-jangan karena Sura berhenti dari kantor? "baik Mbak," segera aku langkahkan kakiku menuju kamar Rara, membuka pintu kamar Rara yang ternyata tak terkunci.
Dapat aku lihat Rara yang sedang terlelap masih dengan pakaian kantornya, hanya saja rambutnya yang biasa di gulung atau dicepol kini tergerai indah serta tak ada kaca mata yang bertengger manis, membuat Rara terlihat sangat cantik. Aku beruntung karena hanya aku dan keluarganya yang tahu secantiik apa dia, bahkan Rara seperti dewi yang memiliki hati lembut seperti malaikat.
Aku tak ingin mengganggunya istirahat, jadi aku segera keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga rumah ini, aku sering berkunjung kemari karena aku sudah menganggap keluarga Rara juga keluargaku.
Saat aku menuruni tangga menuju ruang tamu yang sudah terdapat Zefri dan Sura, "kau tega sekali tak mengundang aku ke pesta pernikahaanmu" aku sedikit berbicara dengan aksen kecewa yang dibuat-buat "maaf Bro aku hanya.." sepertinya Zefri terlihat sulit menjawabnya karena disamping ada Sura yang sedang mengobrol dengan Mbak Ririn.
"Sudahlah aku mengerti" aku langsung duduk bergabung bersama mereka diruang tamu, memang sekarang masih sore tapi kami ingin membicarakan banyak hal. "Loh, Rara mana?" Mbak Ririn menanyakan Rara yang tak kunjung turun, mungkin Mbak Ririn kira aku akan membangunkannya, "aku tak tega membangunkannya, dia kelihatan sangat lelah" aku tahu Rara pasti sangat kelelahan karena memang sekarang kantor lagi sibuk-sibuknya.
"Ya sudah biarkan dia istirahat dulu" ucap Mbak Ririn, aku melihat ke arah Ghea yang ada dipangkuan Mbak Ririn yang terus saja menatapku. "Mau duduk dipangkuan Om?" Ghea langsung mengangguk dengan polosnya, Mbak Ririn menyerahkan Ghea kepadaku.
"Kapan kau akan melamar Rara?" Bang Daniel bertanya dengan sedikit penekanan dikata melamar, aku tahu dia sangat mendukung hubunganku dengan Rara. "Secepatnya Bang, aku berjanji" aku memang sudah sangat ingin melamar Rara, hanya saja Rara yang sepertinya tidak percaya diri membuat aku harus mengembalikan kepercayaan dirinya dulu.
"Kau tenang saja Can kami pasti akan membantumu" mereka semua disini pasti sudah tahu apa arti dari penguluran waktu selama ini, "kau ingin membantu? Seharusnya kau tak menyuruh Sura berhenti sekarang" Sura yang sedang mengobrol dengan Mbak Ririn memutar cepat kepalanya melihat kearahku.
"Baru saja Rara mendapatkan teman, ah tidak maksudku sahabat dikantor, tapi kau langsung menyuruh Sura mengundurkan diri. Aku tahu istrimu sedang hamil tapi apa tak bisa menunda hingga sebulan kedepan setidaknya" jujur sekarang aku ingin menangis rasanya, aku tak bisa mengawasi Rara terus selama dikantor.
"Maaf Can aku benar-benar tidak tahu, aku baru mendengarnya dari Sura tadi" aku tahu Zefri sangat menyesal tapi sekarang nasi sudah menjadi bubur, aku benar-benar tak tega melihat Rara harus menghadapi Virni dan teman-temannya itu sendirian.