"Hinata." Sakura menepuk pelan bahu Hinata, sejak tadi temannya satu ini terlihat lesu. Wajahnya sedikit pucat dan sejak tadi temannya terus menerus bersin. "Kau baik-baik saja?"
"Hanya kurang tidur saja." Hinata semakin menelungkupkan kepalanya, badannya terasa hangat. Tadi pagi kepalanya sangat pusing, awalnya ia tidak ingin bekerja tapi pekerjaannya jadi lebih menumpuk ketika Kakashi mengambil cuty.
"Sebaiknya kau istirahat saja di sofa." Sakura mengambil teh hangat yang sejak tadi di simpan di atas meja kerjanya. "Minumlah."
"Aku baik-baik saja."
"Astaga...." Sakura memekik gusar saat telapak tangannya menyentuh dahi Hinata, "Badanmu panas sekali, kau demam."
Sakura langsung membawa tubuh Hinata untuk berbaring, ada sofa di ujung ruangan yang biasanya dijadikan tempat istirahat saat lembur.
Pearl Sakura menilik ke almari kecil, tempat pentimpanan kotak P3K. Semoga kaplet paracetamol bisa meredakan panas Hinata.
"Minumlah." Sakura menyodorkan air mineral dan kaplet paracetamol, wajah Hinata sedikit berkeringat.
Setelah meminum obat yang diberikan Sakura, Hinata mengambil ponselnya mencoba menelpon Naruto hanya untuk mengabari jika ia tidak bisa menjemput Rei.
Naruto sempat bertanya kenapa Hinata tidak bisa menjemput Rei, dan Hinata hanya menjawab jika ia sedang ada sedikit urusan.
Ia hanya tidak mau Naruto mengkhawatirkannya, terlebih Rei.
Tapi memang Naruto peduli dengannya? Hinata tertawa sendiri dengan pemikirannya, ia berharap Naruto khawatir padanya. Sungguh menggelikan..
.
.
.
."Kau di mana?"
Tidak ada kata sapa yang menjadi pengantar saat Hinata menjawab telpon dari Naruto, langit sudah cukup gelap untuk dikatakan senja. Pantas saja Naruto menelponnya.
"Di Appartement."
"Tidak pulang?" tanya Naruto di seberang sana.
"Tidak bisa," Hinata sedikit kehilangan suaranya. Meski demamnya sedikit turun tapi seluruh tubuhnya masih lemas dan sedikit pusing kepala, dan jangan lupakan demam itu berganti dengan bersin-bersin sejak tadi.
"Kenapa?" suara Naruto terdengar merajuk kali ini.
Aku takut Rei tertular oleh ku, flu sangat mudah menular. Hinata mengucek pelan Hidunya yang sudah memerah, beberapa tisu berceceran di atas karpet kamarnya.
"Aku.... Hatchii!!" Hidung Hinata kali ini terasa begitu gatal, suaranya sedikit berdengung. "Aku terkena Flu, Hatchii!"
"Aku akan menjemputmu sebentar lagi."
Setelah itu hanya bisa menatap layar ponselnya dengan wajah bodoh dan mulut terbuka lebar. Apa tadi yang Naruto ucapkan, menjemputnya?
Benar saja 15 menit baru berlalu bel appartement Hinata sudah berdenting sejak tadi, Hinata terlihat gusar. Wajahnya sekarang terlihat begitu berantakan, hidung merah, rambutnya sedikit berantakan. Mengenakan celana training dan kaus kebesaran yang memperlihatkan jelas tulang selangkanya, dengan cepat ia mengikat asal rambutnya saat melihat layar interkom wajah Naruto menghiasi layar itu.
"Ayo." Naruto langsung menarik tangan Hinata saat ia keluar untuk membukakan pintu.
"Hei." Hinata memekik dengan suara yang berdengung, "Kita mau kemana?"
"Pulang." ucap Naruto sambil terus menarik Hinata menuju Lift. "Dan Tentu saja pulang ke rumah kita."
Hinata terkejut saat kata kita melantun dari mulut Naruto, sudah sedekat apa sebenarnya hubungan mereka? Hinata tidak mengerti dengan jalan cerita hidupnya, Naruto datang begitu saja ke dalam hatinya.

STAI LEGGENDO
Missing You (Completed)
Fanfiction[A NaruHina Fanfiction ] [Naruto (c) Masashi Kishimoto ] "Mom." Hinata tersentak kaget saat anak lelaki kecil memeluknya, "Maaf membuatmu lama menunggu." Apa telinganya sedang bermasalah? Mom? ia bahkan belum menikah. "Daddy bilang ia tak bisa menje...