Tangan Ioan meremas lembaran surat yang diberikan Derius hingga remuk. Ada bercak merah kehitaman di kertas itu, dari aromanya Ioan tahu jika itu adalah darah. Tidak perlu menebak, itu pasti darah Lobert. Apa yang terjadi pada lelaki itu? Mengapa Lobert dapat menyelematkannya di saat terakhir ketika Jugio dan ayahnya membunuh semua keluarganya?
Melihat mata Ioan yang tampak gelap, Derius tahu jika sepupunya ini sedang marah sekali. Buru-buru ia berkata, "Itu adalah salah satu surat yang ditinggalkan Lobert untukmu."
"Salah satu?" Ioan menangkap apa yang dimaksud Derius. "Ada surat lainnya?"
Derius mengangguk. Ia mengeluarkan sebuah perkamen berwarna kuning karena termakan usia dari balik jubah dan menyerahkannya pada Ioan. Juga terdapat jejak darah pada kertas itu. "Ini adalah sesuatu yang akan menjelaskan semua yang terjadi saat itu."
Derius teringat jika saat semua itu terjadi, ia sedang berada di ruang leluhur mereka. Derius adalah satu-satunya yang mengerti sihir di dalam keluarga, karena itu ia bertugas mengawasi ruangan tersebut. Tapi, tiba-tiba saja ia melihat api kehidupan milik Eroy dan keluarganya tampak tidak normal. Hingga beberapa saat kemudian, tiga dari empat api itu padam.
Derius tahu ada sesuatu yang terjadi pada Ioan dan keluarganya. Namun karena saat itu anggota keluarga mereka sedang berpencar di berbagai benua, Derius tidak dapat mengambil keputusan begitu saja. Dibutuhkan waktu satu tahun lebih untuk mengumpulkan mereka semua, baik keluarga utama maupun cabang. Pada akhirnya, Derius dan Calaius adalah dua orang yang diutus untuk pergi ke Rumania dan melihat apa yang terjadi.
Hanya saja, apa yang mereka temukan saat itu benar-benar mengejutkan. Mereka jelas datang terlambat. Jika bukan karena api kehidupan milik Ioan masih hidup walau tampak redup seolah hembusan napas pun dapat memadamkannya, Derius pasti sudah lama menduga jika Ioan juga telah mati.
Dibutuhkan waktu hampir tiga bulan saat akhirnya mereka semua menemukan ruang rahasia itu. Ketika melihat salah satu peti mati tampak tertutup, Derius tahu jika Ioan ada di dalam sana dan bertahan hidup. Mereka juga menemukan tubuh Lobert yang sudah menjadi setengah mumi terbaring tidak jauh dari peti, dan surat itu tergenggam di tangannya.
Apa yang tertulis di surat ini lebih panjang, karena ternyata Lobert memang menjelaskan apa yang terjadi saat itu. Mengapa mereka tiba-tiba saja diserang oleh sekelompok manusia, juga apa yang mendasari Jugio hingga berani untuk mendatangi Eroy. Jugio adalah manusia biasa, tentu saja ada orang lain yang akan memberi petunjuk mengenai keberadaan Ioan dan keluarganya dan bagaimana cara mengalahkan mereka.
Selesai membaca, mata Ioan tampak semakin gelap. Ia tidak hanya marah, tapi hatinya dipenuhi dendam. Ioan tahu jika ia tidak akan dapat hidup dengan nyaman jika belum membalas kematian keluarganya. Apa gunanya ia dihidupkan kembali jika hanya untuk mengingat kejadian itu tanpa melakukan apa pun.
Hidup bahagia? Ioan teringat apa yang Lobert katakan di dalam surat yang sebelumnya, sebelum kemudian lelaki berambut hitam sebahu itu tersenyum sinis. Hidup bahagia adalah saat ia dapat membunuh orang-orang itu dengan tangannya sendiri.
"Jadi, penyerangan itu terjadi karena kedua belah pihak memiliki tujuan mereka masing-masing?" Ioan berusaha menjaga suaranya untuk tetap tenang saat bertanya pada Derius.
"Menurut apa yang Lobert katakan, itulah yang terjadi. Ayah dari Jugio Ronstanhen, yaitu Hansel Ronstanhen akan mencalonkan diri sebagai tuan kota. Untuk menarik perhatian dan simpati masyarakat, mereka memanfaatkan keberadaan kalian dan menuduh kalian yang menjadi penyebab kematian sekelompok penduduk desa."
"Bukan kami yang melakukannya!" Ioan meremas sandaran tangan kursinya hingga remuk.
"Aku tahu. Aku dan Calaius sudah menyelidiki apa yang terjadi saat itu. Seperti yang tertulis di sana, semuanya ada sangkut pautnya dengan Veloi. Pengusiran Veloi oleh ayahmu telah membuatnya menyimpan dendam. Mereka sengaja menyebar isu jika ada sekelompok orang yang menganut sekte iblis di dalam hutan, itulah penyebab kematian mendadak beberapa penduduk desa. Mereka tidak tahu jika Veloi mampu menggunakan sihir, jadi semua kejadian itu dengan sengaja diarahkan pada kalian."
Veloi Dunnaj!
Ioan mengucapkan nama itu dalam hatinya. Kejadian hari itu adalah campur tangan dari lelaki ini. Ioan ingat bagaimana Veloi menatapnya penuh kebencian dan juga kemenangan saat tubuhnya dilahap api. Ia tidak akan pernah melupakan wajah itu, tidak peduli berapa lama waktu telah berlalu.
"Penyesalanku satu-satunya adalah lelaki itu sudah mati sejak lama. Jika tidak ...."
Derius tahu apa yang akan Ioan katakan. Jelas sangat tahu. Karena itu ia kembali berbicara, "Mungkin kau tidak dapat membalaskan dendammu langsung padanya," Ia menjeda, berhasil menarik perhatian Ioan. "tapi apa kau mau melihat bagaimana keturunannya?"
Derius memang bukan orang yang baik. Lelaki itu lebih tahu dari siapa pun mengenai dirinya sendiri. Jadi, ketika ia mengatakan ini kepada Ioan, Derius sama sekali tidak merasa bersalah. Veloi Dunnaj telah menghancurkan keluarga Ioan. Jadi, mengapa mereka tidak bisa menghancurkan keluarga pengkhianat itu? Walau mungkin ia tidak sekejam Calaius, tapi Derius masih tetap memegang prinsip bahwa hutang darah harus dibayar dengan darah. Hutang kehidupan, hanya kehidupan yang dapat melunasinya.
"Apa maksudmu?" Ioan tidak mengerti. "Bukankah sebelumnya kau mengatakan jika mereka semua telah mati karena wabah tidak lama setelah aku tertidur?"
"Benar," Derius mengangguk. "atau setidaknya itulah yang banyak orang ketahui."
"Katakan dengan jelas!"
"Dalam penyelidikan yang aku dan Calaius lakukan, kami menemukan sedikit petunjuk. Itu tidak pasti, tapi pantas untuk mendapatkan sedikit perhatian." Derius berkata dengan tenang. "Ketika Hansel mati, itu merusak semua rencana awal mereka. Terlebih Jugio tidak berniat mengambil posisi ayahnya sebagai calon tuan kota. Wabah itu, sebenarnya bukanlah eksekusi alam."
"Veloi?"
"Benar," sahut Derius. "Lelaki itu tahu jika kau masih memiliki keluarga di belahan bumi lain. Kemungkinan besar ia tidak memberitahu Jugio tentang hal itu, karena pada dasarnya dia hanya menggunakan Jugio dan orang-orangnya sebagai alat untuk membalas dendam pada kalian."
Menurut informasi yang Derius dan Calaius kumpulkan berdasarkan penuturan masyakarat yang selamat dari wabah di kota lain, Jugio tidak pernah terlihat lagi sejak mereka keluar dari Hutan Hoia Baciu yang saat itu masih disebut orang-orang sebagai Hutan Kegelapan. Tidak ada yang tahu apa yang terjadi, karena saat itu Hansel tiba-tiba saja meninggal. Keluarga Ronstanhen seperti menutup diri, dan tak berapa lama kemudian wabah aneh tiba-tiba menyerang. Masyarakat menduga jika mungkin saja Jugio dan keluarganya sudah mati di dalam kediamannya sendiri, karena bagaimanapun wabah itu memang sangat mengerikan.
"Wabah apa?"
"Aku menduga itu sejenis sihir gelap." Derius menjawab. "Dalam satu malam, para warga desa tiba-tiba terserang penyakit aneh. Kulit mereka berubah menjadi hijau dengan bercak luka yang lama kelamaan akan membusuk. Wabah ini berlangsung hampir setengah tahun, namun anehnya hanya menyerang satu kota itu saja."
Memikirkan hal ini, Derius benar-benar membenci lelaki bernama Veloi Dunnaj itu. Manusia tidak punya hati seperti ini tidak pantas untuk dikasihani. Bahkan untuk kepentingannya, dia dengan mudah menghilangkan kehidupan orang lain, bangsanya sendiri.
Seperti halnya Derius, Ioan yakin jika ini pasti karena perbuatan Veloi. Ia pernah mendengar dari Lobert jika lelaki itu sebenarnya juga mahir dalam sihir gelap, dan itu salah satu alasan mengapa ayahnya mengusir Veloi. "Kau sudah tahu di mana mereka berada sekarang?"
"Sayang sekali aku masih gagal mencari tahu yang satu itu." Derius berkata penuh penyesalan. "Setiap kali kami mendapat petunjuk, Veloi selalu satu langkah di depan dan kembali menghilang. Hingga hampir dua ratus tahun belakangan, aku dan Calaius benar-benar kehilangan jejak. Tidak pernah lagi ada petunjuk mengenai keturunan lelaki itu."
"Mungkinkah dia dan seluruh keturunannya telah musnah?"
"Aku juga sempat berpikir demikian." Derius ragu, tapi ia juga tidak langsung mengatakan bahwa keturunan Veloi masih hidup karena mereka sama sekali tidak memiliki petunjuk apa pun di tangan.
Ioan tampak termenung beberapa saat. "Setidaknya aku memiliki alasan untuk tetap hidup sekarang."
Mencari keberadaan keturunan Veloi adalah tujuan Ioan saat ini. Mungkin lelaki itu memang sudah mati, tapi dia pasti memiliki keturunan. Derius sendiri masih tidak yakin dengan penyelidikannya. Bagaimana bisa petunjuk itu menghilang ratusan tahun silam?
Mendengar apa yang Ioan katakan, Derius tampak sedih. Tujuan hidup sepupunya ini benar-benar hanya untuk itu?
Tapi, bukankah ini juga bagus? Jika mengingat sifat Ioan, ia pasti lebih memilih mati dengan keluarganya. Bagaimanapun, mereka telah hidup lama. Hidup lebih lama lagi tanpa tujuan adalah sebuah kesengsaraan, tapi jika Ioan memiliki tujuan yang ingin dicapainya seperti ini, lelaki itu pasti akan berusaha untuk bertahan hidup.
"Aku dan Calaius akan membantumu menemukan mereka. Baik itu keturunan Veloi atau pun Jugio." Derius berkata dengan serius. "Kita akan memulai pencarian dari awal lagi, tapi kau harus sedikit bersabar, bagaimanapun rentang waktu dari dua ratus tahun pasti bukan sesuatu yang mudah untuk mencari petunjuk."
"Tidak masalah," jawab Ioan. Ia mengingat apa yang ditulis Lobert dalam surat tadi. "Lagipula aku memiliki kesibukan lain saat ini. Gadis itu sepertinya tidak akan membuatku hidup tenang untuk sementara."
Bukan tanpa alasan mengapa Ioan mengatakan hal seperti itu. Karena sebenarnya, sejak tadi ia mendengar suara Laylaa yang tidak pernah berhenti adu mulut dengan Calaius.
"Perintahkan Calaius membawa gadis itu kemari." Ioan kemudian melipat surat yang ia pegang dan mengembalikannya pada Derius.
"Bawa dia kemari, Calaius." Derius berbicara sedikit lebih keras, yang dapat didengar Calaius dari ruangan lain yang berada di ujung lorong.
Tidak berapa lama, Ioan dan Derius mendengar langkah kaki mendekat. Suara gerutuan seorang gadis terdengar, dia bahkan memaki Calaius dengan mengatakan bahwa ia adalah lelaki pirang paling memalukan yang pernah dia lihat karena memoles pewarna pada bibirnya. Calaius yang tidak terima balas memaki dengan mengatakan jika gadis itu adalah perempuan paling bau di dunia.
"Kau sebut aku bau sekarang?!" Suara itu meraung, sepertinya tidak terima atas pernyataan Calaius. "Siapa sebelumnya yang mendekat padaku dan mengatakan jika aromaku lezat? Kau ini lelaki atau bukan? Bahkan omonganmu tidak konsisten!" Laylaa dengan sengaja mengingatkan saat Calaius akan menggigit lehernya beberapa saat yang lalu.
Calaius baru saja hendak membalas saat suara Derius kembali terdengar. "Masuk saja dan jangan bertengkar lagi!"
Seketika pintu ruangan itu terbuka, menampilkan dua orang makhluk beda ras yang saling melotot dengan pandangan tidak suka. Benar apa yang Ioan katakan, pikir Derius, gadis ini sepertinya tidak mudah ditangani.
●●●
(09 Septembrie 2016)
Revisi 07 Martie 2017