Prolog

313K 9K 77
                                    

Ketika cahaya matahari tidak kuasa menerangi kemelut dalam jiwa Della, ia memilih untuk bersembunyi di balik awan kelabu. Berganti tugas dengan rintik air hujan yang mulai membasahi setelan serba hitam Della.

Sentuhan dingin itu meresap masuk ke dalam hati gadis yang beberapa hari lagi akan menjalani Ujian Nasional tingkat Sekolah Menengah Pertama. Sepatu teplek yang setia menemani hari berkabungnya ternoda, dibiarkan terselimuti tanah merah basah seperti penyesalan yang menggerayangi hatinya.

“Della! Ayo pulang!”

Teriakan itu tidak hanya menyadarkan betapa kuyup tubuhnya, tetapi juga membangunkan dari lamunan. Pandangan yang sejak setengah jam lalu terpaku pada ukiran nama di batu nisan perlahan beralih ke segenggam bunga di tangan kanannya.

“Maaf,” ucapan pertama di hari penuh tangis ini.

Setelah meletakkan beberapa tangkai anyelir putih di atas gundukan tanah bertabur kelopak bunga, Della berlari meninggalkan makam untuk menghampiri laki-laki yang sejak tadi menungguinya dengan payung putih. Tepat ketika adik perempuannya ikut masuk ke dalam perlindungan payung, Amar memberikan jaket. Sambil berharap, rangkulan eratnya mampu memberi kekuatan.

~**~

Sepasang kakak adik itu tidak sadar kalau langkah mereka diikuti manik cokelat terang sejak gadis itu masih berdiri mematung memandangi pusara. Bukan tubuh basah kuyup yang menyita perhatian Varo, melainkan ekspresi tak terbacanya. Awalnya ia menyangka kalau tangis gadis itu tersamar hujan, tapi air muka yang terbilang datar membelokkan kesimpulan dalam benak Varo.

“Papa lama,” Varo cemberut begitu ayahnya masuk mobil.

Sembari meletakkan payung di jok belakang, Aria menghirup napas dalam. “Papa nggak mungkin langsung pulang gitu aja, Varo.”

“Lain kali hati-hati, Pa.” Varo cemberut beberapa saat. “Aku nggak ngebayang kalau kecelakaan kemarin juga merenggut Papa. Nanti Varo sendirian.”

“Semua orang akan pergi pada waktunya, siap nggak siap.”

Bukannya Varo kehabisan kata-kata untuk membalas ucapan ayahnya, tapi ia memilih bungkam karena mobil mereka melewati Della. Masih dengan ekspresi datar dibarengi sorot tegas bak meladeni lawan perdebatan. Benaknya penuh akan terkaan hubungan yang dimiliki gadis itu dengan anak laki-laki korban kecelakaan yang melibatkan ayahnya.

CarnationWhere stories live. Discover now