indahhh_ayy

Takut tambah dewasa
          	Takut aku kecewa
          	Takut tak seindah yang kukira
          	Takut tambah dewasa
          	Takut aku kecewa
          	Takut tak sekuat yang kukira
          	
          	Secuil lirik lagu "Takut" dari Idgitaf yang tanpa sengaja sudah puluhan kali mampir ke telinga hari ini. Sebegitu relatenya dengan keadaan. Semakin buram, semakin tak bertenaga, semakin sulit untuk melangkah. Semakin hari mood semakin kacau. Tiada teman yang bisa bertukar pikiran, tiada tempat untuk berlari.
          	
          	Seseorang pernah berkata bahwa "Kehidupan akan terus berjalan tanpa peduli apa yang sedang kamu rasakan".
          	Sepertinya memang demikian. Mood atau ga mood life must go on.
          	
          	Karena sudah diberi hidup, seberat apapun harus melangkah. Percaya aja pasti ada keindahan yang terselip di setiap langkah. 

indahhh_ayy

Takut tambah dewasa
          Takut aku kecewa
          Takut tak seindah yang kukira
          Takut tambah dewasa
          Takut aku kecewa
          Takut tak sekuat yang kukira
          
          Secuil lirik lagu "Takut" dari Idgitaf yang tanpa sengaja sudah puluhan kali mampir ke telinga hari ini. Sebegitu relatenya dengan keadaan. Semakin buram, semakin tak bertenaga, semakin sulit untuk melangkah. Semakin hari mood semakin kacau. Tiada teman yang bisa bertukar pikiran, tiada tempat untuk berlari.
          
          Seseorang pernah berkata bahwa "Kehidupan akan terus berjalan tanpa peduli apa yang sedang kamu rasakan".
          Sepertinya memang demikian. Mood atau ga mood life must go on.
          
          Karena sudah diberi hidup, seberat apapun harus melangkah. Percaya aja pasti ada keindahan yang terselip di setiap langkah. 

indahhh_ayy

Ceritaku belum berakhir. Setelah lulus kami melanjutkan ke SMA yang sama, hanya beda kelas. Aku sibuk mencari sosok pengganti yang bisa menjadi semangat belajar, menikmati masa muda dengan hahahihi. Jujur saat itu belum ada gambaran tentang masa depan. Belum terlihat jelas apa yang ingin aku lakukan di masa depan. Beda hal dengannya, yang bertransformasi menjadi sosok keren dengan menggali potensi. Masuk kelas olimpiade dengan memenangkan berbagai kompetisi, masuk organisasi ini itu yang membuat namanya melambung tinggi. Tapi saat itu aku menghiraukannya, alasannya sudah menemukan sosok yang aku cari sebagai idola + penambah semangat belajar.
          
          Semakin hari dia semakin berkembang, bahkan merambah ke dunia spiritual. Aktif kegiatan masjid dan organisasi islaminya. Suatu hari aku mendengar "taubatan nasuha aku tuh" keluar dari mulutnya. Pantas saja semakin cerah wajahnya berkat basuhan air wudhu.
          Puncaknya ketika dia lolos sbmptn pada universitas yang diluar nalar. Tidak yakin bahwa dia bisa lolos di univ yg ga kaleng2 mengalahkan ribuan orang, dengan passing grade tertinggi di Indonesia. He get it.
          
          Bila digambarkan, aku seperti saksi bisu pengamat tumbuh kembangnya. Mulai dari remaja pencari jati diri hingga menjadi pria dewasa dengan masa depan cerah.
          
          Suatu ketika muncul pikiran "aku ingin kerja di kota yg dekat dengan univnya, siapa tau kita bisa meetup". Memang sejak 3 tahun yang lalu kita selalu absen dalam acara-acara reuni, jadi hanya itulah cara agar bisa bertemu.
          
          Ada pertanyaan yang sering muncul dalam benak ku. "apakah dia dekat dengan seseorang? Seperti apa kriterianya, apakah masih sama seperti 9 tahun lalu? Seperti apa kehidupannya? Apa saja yang sudah dilaluinya? Seperti apa plan kedepannya?"
          
          Harapanku hanya sederhana. Ingin mengobrol berdua, hingga menemukan titik dimana aku bisa memilih memperjuangkannya atau mundur.

indahhh_ayy

Aku tidak tahu seperti apa cinta pertama, apakah dia yang pertama kali membuat hatiku bergetar, atau dia yang membuat bahagia tanpa alasan, atau mungkin dia yang pertama membuat sakit di dada.
          
          Anyway ini cerita tentang "Dia" yang bisa dianggap cinta pertama. Lucunya belum ada 1 manusia pun yang tahu tentang rahasia ini, rahasia bahwa aku pernah suka padanya.
          Sosoknya tinggi, berkulit hitam manis, dan senyumnya menarik. Tak lupa dia salah satu siswa dengan IQ tertinggi kedua di sekolah. Jago sepak bola, tidak suka dingin, dan gampang grogi. Menariknya dia merupakan salah satu sosok idola dari 9 pria di kelasku, ga hanya dikelas loh, tapi juga idola 1 sekolah. Dia juga melakukan kenakalan pada umumnya, pacaran sana sini, lupa mengerjakan tugas dan lain sebagainya. Kepintarannya tertutupi oleh kemalasan. Sialnya saat itu aku menyukai pria bertipe "badboy". Ga ada alasan pasti, hanya masalah selera.
          
          Tiga tahun sekelas tiga tahun memendam rasa. Dia dengan banyak kelebihan vs aku yang hanya siswi biasa, pendiam, tak berbakat, dan moody, sangat tidak menarik
          Mengamati kesehariannya adalah hal paling mengasikan. Seketika tumbuh bunga berwarna merah muda, balon warna-warni, bahkan terompet tahun baru juga berbunyi disanu bari. Tapi seketika juga terhempas pada kenyataan bahwa aku bukan siapa-siapa.
          
          

indahhh_ayy

Pengen nangis ga si? Semakin tua semakin tidak punya keberanian, ketakutan akan masa depan dan masa lalu yg terus membayang. Sebenarnya kita hidup di masa apa sih? Sangat sulit memaknai masa sekarang, detik ini, dan situasi ini. 
          
          Otak dipaksa untuk selalu merancang masa depan dan memastikan kesalahan masa lalu tak boleh terulang. Dipaksa bergerak cepat, membandingkan diri dengan orang lain, lalu tanpa sadar sebuah standar tercipta untuk diri sendiri. Belum lagi pressure dari sana sini.
          
          Capek ga sih? 
          
          Siapa lagi orang yg paling dekat dengan diri ini selain diri sendiri, tapi nyatanya terlalu kejam dan memberi ekspektasi tinggi. Selalu memaksakan diri dengan dalih 'ga papa semua pasti baik-baik saja kalau kamu berjuang lebih'.
          
          Lucunya tidak pernah mengakui bahwa diri ini sedang tidak baik-baik saja.