Description
Henry berpenampilan layaknya pria normal, tidak ada yang benar-benar wah dari doi, hidung yang agak tidak sesuai dengan ukuran wajahnya, serta kedua bola mata cekung yang acapkali merah karena terlalu sering begadang. Kulitnya sawo matang khas anak-anak yang sejak kecil memang lebih suka main gundu atau bola dilapangan. Mungkin hal yang paling menonjol dari fisik Henry adalah rambut keritingnya yang hampir selalu berantakan, ia jelas tidak sedang berusaha membuat trademark, Henry hanya menganggap hal semacam itu bukanlah satu prioritas. Intinya secara keseluruhan, Henry hanya pria biasa dengan kehidupan biasa. Ia tidak banyak mengenal cinta, paling banter naksir satu-dua gadis tanpa pernah benar-benar serius menjalin hubungan. Tapi ada satu hal yang membuat Henry cukup bingung akhir-akhir ini, pukul tiga pagi, Isla akan selalu ada disana, duduk memandang langit malam dengan hening. Awalnya Henry hanya senang karena ia punya teman, tapi celakanya, makin lama ia malah justru merasa nyaman. Ia jelas tau ini bukan awal yang bagus, karena mana mungkin sih, Isla dengan jalan pemikirannya yang serba canggih dan kritis itu, mau dengan pria sederhana macam Henry? ------------------------------------------ Ada ego yang terselip didalam diri Isla, ia masih memegang teguh prinsip kalau cewek pamali mulai duluan. Karena interaksinya selama ini dengan Henry hanya sebatas profesionalisme kerja, serta basa-basi diatas genting pukul tiga pagi. Isla jelas tau ia ingin lebih dari sekedar basa-basi. Disisi lain Isla ragu, takut dianggap nggak punya harga diri karena kelihatan terlalu pengen sama satu lelaki. Ditambah sifat Henry yang memang dari sananya ramah, ia punya banyak teman. Tidak jarang Isla mendengar Handphone Henry terus berbunyi, dan ketika sinar fluoresens handphone menyinari wajah Henry, ia akan tersenyum lebar. Isla takut, siapapun yang ada diujung chat itu, akan dengan mudah merebut hati Henry. Lalu Isla bisa apa?