Description
Cita-cita Jeje ketika masih kanak-kanak, dia pengin nikah muda. Sama kayak khayalan pasaran banyak perempuan, Jeje pengin menikah dengan laki-laki pilihannya yang ganteng, mapan, perut kotak-kotak, dan yang jelas, laki-laki itu harus waras! Loh, iya dong, itu salah satu kriteria Jeje. Kalau laki-lakinya nggak waras, siapa yang mau? Cita-citanya untuk menikah muda, kandas. Sekarang Jeje usianya udah dua puluh delapan tahun. Apa masih pantas disebut menikah muda, kalau setiap hari ada aja ibu-ibu di tukang sayur asyik gosipin Jeje sampai mulutnya berbusa. Katanya, Jeje nggak lakuuu! Yang lebih ngawur lagi, Jeje harus dibawa ke orang pinter, takut jodohnya ditutup sama orang iseng katanya. Halah! Menikah muda, gagal. Menikah sama laki-laki waras, gagal juga. Suatu hari, Jeje mendapat sebuah kejutan yang nggak diduga. Daniel, temannya dari kecil, tetanggan pula, dari SD, SMP, sampai ke SMA selalu sekolah di tempat yang sama, baik dan busuknya Daniel, pun, Jeje tahu. Secara mengejutkan, Daniel mengatakan kalau dirinya adalah calon istrinya di depan kedua orang tua dan Kakak perempuannya! Kaget nggak, tuh? Jeje mau mati aja rasanya. Emang Daniel kurang ajar. Mentang-mentang ditanyain kapan nikah mulu, Jeje dijadiin tumbal dong!
Prolog
