Description
Nirwana. Begitulah Juniani Dian Ranusastro (Juni) memanggil pria--yang pernah ia temui pada suatu sore yang diguyur hujan--dengan nama tengahnya. Dan serupa nama tengahnya, di mata Juni, pria itu memang tampak "kurang manusia", bahkan semenjak pertemuan pertama. Laku yang tenang dan penyayang, sorot mata yang selalu dipenuhi kebaikan, ataupun senyumnya yang selalu terlihat hadir dari ketulusan. Semua itu bak komposisi yang terlalu sempurna untuk sebentuk manusia di dunia (yang menurut Juni) sudah terlalu penuh dengan luka. Dia seolah tercipta tidak untuk melihat lara di hidupnya. Pada akhirnya, Juni pun dibuat bertanya-tanya tentang sosoknya. Serupa nirwana, bagaimana bisa pria itu tampak begitu jernih di antara kumpulan tubuh dan hati yang terluka? Dengan sabar merawat duka-duka? Katakan, memangnya yang seindah itu betul-betul nyata? Dia bahkan mudah tersenyum dan bahagia hanya karena hal-hal kecil sederhana. Di kota yang sang Pujangga sebut-sebut terbuat dari pulang, rindu, dan angkringan, apakah kini justru Juni merasa "kurang manusia" dengan segala emosi jiwa dan duka yang ia bawa? Pada masanya, ketika garis takdir mereka bersua, satu tanya kembali terlintas dalam jiwa: Akankah duka itu akhirnya sirna dalam Nirwana? -:-:- Dipublikasikan pada: 30 Oktober 2022
1. Di Batas Petang
