Description
Dalam sekejap takdir semesta seperti sedang mencemoohnya. Merangkulnya dengan fakta mengejutkan bak hantaman meteor tak kasat mata hingga sesakkan dada. Hantaman yang mampu mendorongnya paksa pada kubangan rasa tanpa daya. Menenggelamkannya bersama luka yang terikat paten dengan raga ringkihnya. Memang benar, lamanya hubungan tidak menjadi jaminan untuk sebuah kesetiaan, terus beranggapan bahwa diri dapat menjadi alasan untuk berubahnya seseorang lalu mengira pemberian kesempatan adalah pilihan paling bijak dari segala hukuman. Nyatanya, segala bentuk ekspektasi yang diyakini merupakan rasa sakit yang paling hakiki sebagai kompensasi dari rasa terlalu percaya diri. Sialnya. Dengan diberi luka tanpa jeda hingga terjebak dalam kubangan hitam tanpa dasar penyangga telah berhasil membuatnya mengamini bahwa diri paling tidak layak dicintai dan menganggap bahwa lemahnya adalah kebodohan paling tidak manusiawi. Dan sepertinya, duka yang sudah dia rasa masih belum cukup untuk semesta membiarkannya terus beri tawa pada dunianya. Usahanya masih belum sekuat bias fatamorgana. Pun, harapnya masih kalah besar dengan kendali semesta. Hingga pada akhirnya, dia menyerah pada apapun yang mengikutinya. Dia memilih menjadi tokoh yang tidak tahu diri meski rasanya sudah berhasil teralih pada dirinya yang datang bagai sihir setetes air di Gurun Pasir.