Description
Kisah dimulai dengan latar belakang Bukit Gombel, Kota Semarang tahun 1980; Pasangan Asnawi dan Marni sudah sebelas tahun menikah tanpa dikaruniai anak. Suatu ketika Asnawi selingkuh dengan sahabat Marni dan memiliki anak. Marni sangat sedih dan hancur hatinya, apalagi keluarga Asnawi malah mengusirnya karena marni terbukti mandul. Dalam keadaan sedih dan putus asa Marni keluar dari rumahnya dan menjadi gelandangan dengan jiwa terganggu. Namun Marni masih suka berkeliaran di sekitar rumahnya dulu, mengawasi Asnawi yang sudah menikah dengan Tinah sahabat Marni. Melihat Asnawi bahagia dengan Tinah dan bayi mereka, Marni kerap membayangkan kalau itu adalah kebahagiaan mereka. Karena apa yang Tinah miliki sekarang adalah impian Marni selama 11 tahun yang tak tewujud. Kehadiran Marni yang dianggap gembel edan di mata tetangganya juga keluarga Asnawi jelas menimbulkan keresahan di daerah Gombel. Suatu ketika Marni melihat anak tetangganya bermain hingga lewat maghrib dan tersesat hingga menangis. Marni menghampiri anak itu dan mau mengantarnya pulang, namun anak itu ketakutan dengan penampilan Marni yang mirip orang gila karena tak terawatt. Anak itu menangis ketakutan, hingga warga yang melihat salah faham dan mengira Marni akan menculiknya. Para warga akhirnya menghakimi Marni, hingga Marni digantung di sebuah pohon besar. 40 hari setelah itu, arwah penasaran Marni pun gentayangan dan menuntut balas. Marni menjadi Wewe Gombel, yang menculik anak anak kecil yang masih berada di luar rumah selepas Maghrib. Marni tidak membunuh mereka, namun menculiknya berhari-hari dan baru mengembalikan mereka setelah para warga mencarinya dengan bantuan seorang tetua kampung, dengan cara memukul-mukul tampah (nampan dari anyaman bamboo), sambil berseru "blek blek ting..blek blek ting..(dilanjutkan dengan menyebut nama anak yang hilang. Setelah 7 kali putaran maka anak itu akan ditemukan di atas pohon besar tempat Marni dulu digantung warga.