Description
"Boleh aku meminjam bukumu?", katanya dengan wajah polos itu. Aku tidak mengerti maksudnya, aku hanya bingung. "Buku ini?", kataku seraya mengangkat sketch book di tanganku. Lelaki itu mengangguk, yakin sekali. Sebenarnya aku enggan mengijinkan tapi mungkin dia tertarik dengan gambar abstrakku. Tapi kenapa? Aku mengenalnya sejak duduk di bangku SMA dan dia tahu hobi corat-coretku. Tidak biasanya dia meminta ijin untuk ini. Menit berlalu, jam berganti. Ia tersenyum, sambil menggambar sesuatu di atas lembaran kertas putih itu. Menodainya dengan guratan rindu yang tersiar lewat matanya, yang menembus jantungku. Ia, melukis wajahku yang sendu. "Besok hari pemakamanku, datang ya, aku tunggu", katanya saat menyerahkan kembali buku itu dan berlalu. Aku diam, lama sekali sampai aku tanpa sadar menitikan air mata. Dengan tulisan yang kecil dan tidak jelas dibaca ia menggoreskan pesan kecil di atas potret dua dimensi wajah muramku. Katanya, Bahagialah, aku akan mencapai surga jika setiap hari kau tersenyum, Aya. ... Kanaya, seorang desainer gaun pengantin ternama yang bahkan tidak pernah memikirkan pernikahan. Seorang lajang keras kepala, independen, dan Sebenarnya rapuh. Setiap hari adalah mendung, Kanaya benci hujan. Lima tahun lalu hujan mengiringinya berpisah waktu dan jarak dengan orang yang ia tahu tapi tidak ia sadari berarti. Hingga suatu hari, seorang anggota Band Pop-Rock mengaku melihatnya dalam mimpi berulang kali dan ingin menikahinya sebelum mati. ... Seperti dejavu, Kanaya hanyut dalam dilema. Ia benci cinta. Ia lebih mengutuk lagi kematian sebelum meninggalkan kenangan bersama. Akankah Kanaya mempercayai hadirnya orang baru atau tetap menyendiri hingga maut mempertemukannya pada cintanya yang lama?
Prolog
