Description
---{Proses revisi}--- "Tolong Bi, jangan siksa Bian," mohon Bian sambil menangis karena Bi Dira menarik tangannya dengan kasar. "Udah ikut aja nggak usah bawel, atau ... lo mau gw tambah lagi siksaannya, hah?!" ancam Dira. Dira menghentikan langkahnya di depan kamar mandi, lalu menghempaskan tangan bocah itu begitu saja. Dengan capat ia mengambil air dengan gayung lalu mengguyurkannya ke sekujur tubuh Bian secara terus menerus tanpa henti, sesekali Dira menjambak rambut hitam Bian dengan kasar. "Ampun bi," mohon Bian lagi dan lagi. "Enak aja ampun ampun, rasain nih biar lo ngga ngantuk lagi, hahahaha!" tawanya cukup keras dan menakutkan. *** "Enak, ya. Siang siang gini makan di meja makan. Lo lupa kalau di sini, lo itu cuma babu? Dan, yang boleh makan di meja makan itu cuma gue, ka Mia, ka Dira Mama dan Papa. Lo itu bukan siapa-siapa anak pembawa sial!" >•< Jika kamu berfikir kamu yang paling menderita, itu semua kesalahan besar. Terkadang, kamu merasa dirimulah yg paling menderita diantara yang lainnya. Nyatanya, banyak orang di luar sana yg lebih menderita dibandingkan dirimu, contohnya aku. Bian, anak lelaki yang harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya. Meskipun ia tergolong anak berkecukupan, tetapi hal itu tidak membuat dirinya menjadi bahagia seperti anak pada umumnya. Justru sebaliknya, ia selalu mendapat siksaan dari nenek dan ketiga bibinya. "Aku ingin menjadi seperti mereka di luar sana. Meskipun hidup sederhana, tetapi merasakan kasih sayang kedua orang tua. Tuhan, andai saja aku bisa menjadi seperti mereka, pasti akupun merasakan apa itu bahagia."