18. Tidak Gila

27.4K 3.8K 268
                                    

Cana kembali membuka matanya. Cahaya sinar matahari membuatnya silau. Butuh beberapa waktu hingga ia bisa benar-benar membuka matanya. Ia terbangun di sebuah taman bunga. Ada Alam yang sudah terlebih dahulu bangun dan duduk di sampingnya. "Ini... mimpi lo?" Tanya Alam. Mereka telah berpindah ke tempat lain.

Cana menatap sekelilingnya. Sebuah taman yang asri dengan berbagai bunga berwarna-warni mengelilingi taman. Di depan mereka terlihat bagian belakang sebuah rumah dengan pohon besar di sampingnya. Ada tempat duduk dan meja berwarna putih di tengah taman yang tidak begitu luas ini. Mata Cana jatuh pada pohon besar itu. "Ini mimpi gue, tapi ... kenangan Alexa."

Alam menatap Cana dari samping. "Apa berubungan dengan Mr. Nut?"

"Entahlah... rasanya gak berhubungan sama sekali."

"Lalu, kenapa dia memperlihatkan ini pada lo?"

"Karena sepertinya dia yang mendonorkan mata ini ke gue. Itu sebabnya, kenapa gue bisa melihat kenangan-kenangan lama dia. Kenangan apapun. Sekalipun bukan tentang Mr. Nut."

Alam berdiri dari tempatnya duduk, kemudian ia membantu Cana berdiri, "apa kita pergi lagi? Atau bangun?"

Cana menggeleng, "insting gue bilang, gue harus melihatnya."

Alam mengangguk.

Mereka berdua melangkah memasuki sebuah rumah kayu berlantai dua yang dicat putih. Pintu belakang terbuka begitu saja. Suara kotak musik terdengar sayup-sayup di rumah nan sunyi ini.

Saat berada di ruang tengah, tepat di dekat piano, seorang gadis kecil berambut hitam sebahu sedang bermain boneka. Balerina kecil berputar, sementara nada-nada für elise memenuhi ruangan.

Pintu di samping tangga terbuka. Pintu itu mengarahkan sang pemilik rumah menuju ke basement. Seorang pria berkemeja abu-abu keluar dari pintu itu. Ia mengunci pintu itu dengan gembok, kemudian melangkah mendekati gadis kecilnya sambil memasukkan kunci ke dalam saku celananya. Ia duduk di samping gadis kecil.

"Itu Ayahnya Alexa?" Tanya Alam.

Cana mengangguk. Mereka ikut mendengarkan percakapan sang ayah dan gadis kecilnya dan berdiri di belakang mereka.

"Ayah dari bawah?" Tanya Alexa kecil.

"Iya."

"Alexa mau lihat bonekanya. Kenapa gak boleh ke bawah?"

"Bonekanya belum selesai. Nanti kalau selesai saat ulang tahun Alexa, baru Ayah kasih."

"Pasti cantik."

"Cantik seperti Ibu."

"Mirip Ibu?"

"Iya. Nanti dia yang temani Alexa. Alexa pasti suka."

Suara pada kotak musik berhenti. Hening beberapa saat ketika Alexa kecil menyisir rambut bonekanya. "Alexa kangen Ibu."

"Ayah juga. Makanya, Ayah bikin boneka yang mirip Ibu. Supaya Alexa gak kangen lagi."

"Alexa gak sabar!" Katanya antusias.

Sang Ayah membelai rambut putrinya, lalu mencium puncak kepala sang putri, "Ayah siapin makan siang dulu ya," katanya.

Sang putri hanya mengangguk. Ia kembali bermain dengan bonekanya.

Alam menaikkan alisnya, "kenapa basement nya harus digembok gitu?" Ia melangkah ke depan pintu basement.

"Supaya anaknya gak main ke basement," jawab Cana simple.

"Lo gak penasaran ada apa di basement? Terlebih lagi kata-kata Ayahnya itu aneh."

Kamu akan menyukai ini

          

Cana melangkah berdiri di samping Alam, menatap pintu basement kayu berwarna putih. "Penasaran."

Tak lama, ketika sang Ayah pergi ke dapur, terdengar suara sesuatu dari basement. Suara ketukan pelan di pintu basement. Alam dan Cana terkejut bersamaan. Mereka saling berpandangan, kemudian menempelkan telinga mereka ke pintu.

Tok... tok... tok...

"Ada seseorang di bawah," kata Alam. "Kita harus buka basement-nya. Perasaan gue gak enak."

Cana menggeleng, "gak bisa, Alam. Kita lagi di dalam memorinya Alexa. Kita cuma bisa melihat apa yang Alexa lihat. Kecuali Alexa yang--" kalimat Cana terpotong ketika ia sadari sang gadis kecil yang mengenakan baju gaun selutut kotak-kotak berwarna coklat sudah berdiri di pintu basement. Gadis kecil itu juga menempelkan telinganya. Terdengar suara ketukan lagi. Setelah itu, ketukannya hilang.

Hening beberapa saat. Kemudian terdengar nada-nada für elise di balik pintu. Mereka terkejut dan mundur beberapa langkah, seperti yang Alexa kecil lakukan. Mereka bertiga menatap ke arah kotak musik yang diletakkan Alexa di ruang tamu. Tapi dari tempat ini terlihat sang balerina tak berputar. Artinya, suara itu memang bukan dari kotak musik milik Alexa.

"Sayang? Kamu ngapain?"

Mereka bertiga terkejut melihat pria jangkung itu tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Alexa kecil menghampiri Ayahnya, "ada yang ngetuk pintu basement, ada suara kotak musik juga. Ada orang di bawah, Ayah."

"Gak ada siapa-siapa di bawah sana. Ayo kita makan siang." Sang Ayah memegangi tangan putrinya dan menuntun sang putri menuju ke ruang tengah. Sang putri menoleh ke belakang. Cana dan Alam mengikuti arah pandang sang putri.

Kotak musik itu di ruang tengah itu, berputar lagi dengan sendirinya.

Tok... tok... tok...

Cana dan Alam terkejut. Ternyata pintu depan. Semua orang menoleh ke arah pintu depan. Cana justru kembali memandangi kotak musik itu, balerina berhenti berputar.

"Sayang, tunggu sebentar ya."

Sang Ayah melangkah ke depan, membukakan pintu. Suara pria samar-samar yang sangat familiar terdengar di luar menyambut mereka. "Selamat siang, Javis."

"Loh? Damar? Kenapa tidak kabari kalau mau ke sini? Silakan masuk."

Alam terperengah mendengar suara itu. Ia berlari kecil menuju ke pintu depan yang jaraknya tak begitu jauh dengan ruang tengah. Cana mengikuti. Mereka terkesiap beberapa saat.

Seorang pria muda dengan jaket kulit berwarna hitam tersenyum. Ia bersama rekannya yang juga tak asing bagi Cana dan Alam.

Senyum itu...

"Ayah..." bisik Alam sambil meneteskan air matanya.

"Alam..." Alam tak menghiraukan panggilan Cana. Ia bergerak semakin mendekati Ayahnya, Damar.

"Aku datang sebagai detektif dari kepolisian, Javis. Maaf kalau terlalu formal. Ini rekanku, Yovi Wirawan. Bisa berbincang-bincang sebentar?"

"Tentu saja," kata Ayah Alexandra mempersilakan.

Air mata Alam menetes semakin deras. Kerinduan itu membuncah. Ia berusaha menyentuh wajah Ayahnya, tapi tak bisa. Alam menghapus kasar air matanya. Cana menghampiri. Ia memeluk Alam, berusaha menenangkan.

"Lam, lo harus tenang."

"Maaf, Can... gue kesulitan mengendalikan diri."

Prang...

Alexandra's MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang